Minggu, 06 November 2016

Titik Balik

Standard


Isu akhir-akhir ini, ramai dengan 411, aksi damai umat muslim dalam rangka membela kitab suci kami ummat muslim, Al-Qur'an. Saya memilih bercerita salah satu momen dalam hidup saya yang berkaitan dengan Al-Qur'an. Bagi saya, momen ini adalah titik balik total dalam hidup saya, tepatnya terjadi sejak 4 bulan yang lalu. Mungkin diksi yang menggambarkan adalah "Hijrah". Mungkin orang-orang disekitar saya, sedikit banyak melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada diri saya. Atau orang-orang yang memperhatikan perubahan pola postingan media sosial yang saya miliki. Saya memilih untuk bercerita ada apa di balik semua perubahan yang terjadi.

4 bulan yang lalu, tiba-tiba saya ingin mendalami Al-Qur'an lebih jauh dari sekedar membacanya saja, sampai ada keinginan untuk mulai menghafalkannya. Rasanya iri kalau lihat ada seseorang yang mampu hafal sekian juz Al-Qur'an. Mulai sejak itu, saya menelusuri cara untuk mencapai keinginan saya tersebut. Hingga saya menemukan video dari anak Ustad Yusuf Mansur (UYM) di Youtube dan menemukan website untuk menghafalkan Al-Qur'an, terobosan UYM juga. Karena jiwa telusur saya cukup tinggi, saya malah menelusuri tausyiah-tausyiah UYM di Youtube. Video yang pertama saya tonton membahas tentang ketauhidan kita kepada Allah SWT. Beliau mengisahkan seorang anak SD yang diberi pelajaran tentang tauhid dalam kehidupan sehari-harinya. Kisah tersebut sukses membuat air mata saya jatuh. Sukses membuat saya merefleksikan diri saya. Sukses membuat saya merenungkan masa-masa silam dalam hidup saya. Sukses pula menyadarkan saya bahwa saya terasa jauh sekali denganNya meskipun saya sudah shalat 5 waktu dan membaca firmanNya. Rasa ingin tahu dan telusur saya semakin tinggi, akhirnya saya menonton video yang kedua. Judulnya "10 dosa besar vol.1" di Youtube. Masih teringat jelas sekali, saya menontonnya pada waktu dini hari. Kemudian saya lanjut menonton hingga vol.3. Semua video itu terasa menelanjangi jiwa dan raga saya. Sejak saat itu, saya merasakan hidayahNya datang. Setitik sinar mulai menyinari kehidupan saya yang sebelumnya gelap gulita.

Beberapa bulan berlalu, saya mulai untuk melakukan beberapa perubahan. Beberapa terakhir ini, saya ditemukan kembali kisah Hijrahnya seorang artis Indonesia, sebut saja Peggy Melati Sukma. Menonton kisahnya yang langsug diceritakan olehnya di Youtube, saya dan dia merasakan hal yang sama. Titik balik kami bersumber dari Al-Qur'an. Kesamaan lainnya, kami sama-sama berangkat dari "masa gelap"nya kehidupan yang kami alami. Pengalaman paling pahit dalam hidup mengantarkan kami padaNya. Saya suka statement dari mbak Peggy, bahwa Jangan sampai menunggu rasa pahit dalam hidup untuk berhijrah. Jangan sampai kita merasakan kegelapan dalam hidup dulu untuk berhijrah.

Ya, memang. Hidayah dan kemantapan untuk berhijrah adalah takdirNya. Tetapi, jika kita memunculkan niat untuk terus berubah, mudah-mudahan kita selalu diarahkan untuk semakin dekat denganNya. Mudah-mudahan semua diberikan kesempatan untuk berhijrah dan istiqomah untuk hijrah. Doakan saya juga supaya istiqomah berhijrah, dan semakin dekat denganNya. Aamiin.

Saya suka sekali dengan judul buku Mbak Peggy, "Kujemput Engkau di Sepertiga Malam". Buku tersebut adalah kisah Mbak Peggy dari masa-masa kegelapannya hingga titik balik kehidupannya. Saya berniat untuk estafet buku tersebut untuk teman-teman yang ingin membacanya. Silakan kontak saya jika ada yang ingin membacanya. Mana tahu dari buku tersebut terselip hidayahNya, karena kita tidak tahu dari celah mana rasa "titik balik" itu akan datang. :)

Wassalamualaikum,
Salam Hijrah Sampai Akhir Hayat! :)

6 November 2016

Sabtu, 23 Juli 2016

Undangan Umroh dari Allah, Siapa yang Tak Mau?

Standard

Assalamualaikum, para bloggers, dan blog readers :)

Saya ingin sekali berbagi cerita. Bukan cerita saya ketika Umroh ya, karena belum diundang olehNya ke sana :'D Insya Allah.. (mohon do'anya aja dulu, hehe.. ). Tapi saya ingin berbagi secuil pengetahuan yang saya dapat hari ini dari acara Training Wisata Hati yang temanya : "Training Umroh: Makna dan Manasik". Karena kata Rasul, "Sampaikan dariku walau satu ayat". Jadi, biarpun sedikit ilmunya, yang penting bisa bermanfaat (insyaAllah), hehe :)

Sebagai umat muslim, pengikut Rasul, hambanya Allah, menunaikan ibadah umroh adalah sesuatu hal yang istimewa. Gimana bisa nggak? Kita datang ke rumahNya, bisa berkunjung ke makam Rasulullah langsung dan melantunkan shalawat. Bahkan, tadi kata ustad, ibadah sholat yang kita lakukan di Masjid ketika di tanah suci itu bernilai 1000x lipat pahalanya. Istimewa sekalilah pokoknya ya.

Nah, perkaranya adalah......tidak semua ummat manusia yang berkesempatan untuk ke sana, melakukan ibadah dan berkunjung ke rumahNya. Kalau dinalar secara logis, masalah mayoritas yang menghambat adalah uang. Atau bisa jadi masih tertunda dalam waktu yang lama karena sekarang ada masa tunggu untuk pergi Umroh atau Haji (antri, hehe). Atau bisa jadi, memang belum 'terpatri' di hati atau belum ada niat yang adekuat, baru ada keinginan-keinginan biasa saja (kayak saya sebelum datang ke training ini). Ya, pokoknya kalau di pikir-pikir banyak sekali faktor yang dapat menjadi penghambatnya. Ini hanya berdasarkan opini saya saja ya, bukan berdasarkan survei dan data. Hehe...

Apa yang mau saya bagikan tentang ilmu yang saya dapat hari ini? yaitu tentang keyakinan dari niat kita dan ikhtiar yang kita lakukan untuk pergi ke Tanah Suci dan sesuai dengan tagline acara tadi, #Dream #Pray #Action

1. Niat

Menurut saya, niat adalah pondasi utamanya. Karena kalau ada niat, action atau tindakannya insyaAllah juga akan jalan. Kita harus punya dan berani memiliki mimpi untuk pergi ke sana. Keinginan ini juga harus kuat. Ya, sama aja kayak kita ingin sesuatu barang misalnya, kalau niat nggak niat, keinginan itu akan dengan mudah hilang. Niat juga menjadi salah satu rukun dalam menjalankan ibadah Umroh. Ah, iya. Niatkan Umroh karena Allah, yang paling penting.

2. Doa

Doa adalah salah satu cara kita untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Ini juga merupakan salah satu ikhtiar yang kita lakukan. Sama layaknya ketika kita menginginkan sesuatu, pasti kita berdoa agar keinginan kita dikabulkan. Nah, kita bisa berdoa untuk diri kita sendiri dan berdoa untuk orang lain atau saling mendoakan satu sama lain. Tadi, saat training, saya diajarkan bagaimana cara doa yang tepat. Pertama, pikirkan konten do'a nya, yaitu kita niat untuk Umrohnya kapan (kalau bisa spesifik beserta tanggal, bulan, dan tahun), bersama siapa kita akan berangkat, dan apa yang kita inginkan ketika Umroh. Setelah itu, kita baca basmallah dan mengucapkan shalawat dan ditutup dengan hamdalah. Kita juga bisa banget berbagi mimpi kita ini dengan keluarga atau teman terdekat kita, supaya bisa saling mendoakan satu sama lain. Jadi, misalkan saya mendoakan teman saya begini:

Bismillahirrohmanirrahiim..Ya Allah, ijinkan dan undanglah A untuk pergi Umroh tanggal 17 Agustus 2018 bersama orang tuanya. Dia ingin sekali berkunjung ke rumahMu, bershalawat di rumahMu dan mengunjungi makam Rasulullah, kekasihMu beserta masjid-masjid yang ada di sana. *kemudian baca shalawat* *hamdalah* *aamiin*

Nah, doa ini jangan dilakukan hanya sekali, tapi setiap hari, sesering mungkin. Kenapa sih? Ibarat anak kecil minta mainan sama mamanya, gimana? Pasti merengek-rengek bahkan sampai nangis kan supaya mainan yang diinginkan dibeli sama  mamanya. Begitulah analoginya. Ohiya, satu lagi, sebelum berdoa, diiringi juga sama istighfar. Karena, berdasarkan yang saya baca dan saya pahami dari ceramah Ustad YM, ada beberapa hal yang menghambat doa kita cepat sampai ke Allah, yaitu dosa-dosa yang kita perbuat. Makanya, sebelum berdoa, kita mengucapkan dan meminta ampunan kepada Yang Maha Kuasa.

3. Action (Tindakan Nyata/Konkrit)

Mimpi hanyalah sekedar mimpi kalau kita tidak melakukan usaha. Sebenarnya doa juga merupakan salah satu usaha sih. Tapi banyak cara lainnya yang dapat dilakukan untuk mempercepat keinginan kita agar dikabulkan oleh Allah SWT. Salah satu cara yang mujarab adalah bersedekah. Ada suatu kisah yang sangat menginspirasi saya dan beberapa peserta training tadi. Tidak sedikit yang juga menangis kita kami para peserta memetik hikmah dari kisah ini. Ini adalah kisah dari Mbah Kemih. Teman-teman bisa membaca kisah ini sama persis yang saya baca tadi dari handbook yang dibagikan di Kisah Mbah Kemih (klik aja ya). Saya sangat anjurkan untuk teman-teman baca, dan menyerapi hikmah dari kisah beliau. Kisah beliau juga mengisahkan bahwa sedekah dapat membawa beliau ke tanah suci, tentunya diiringi juga dengan kedekatan beliau dengan Allah SWT.

Satu lagi yang sebenarnya sangat snagat membekas pada diri saya saat training tadi. Ketika kami para peserta telah menuliskan kapan akan pergi Umroh, bersama siapa, dan apa yang diinginkan pergi kesana, kami langsung disuruh melakukan action "sederhana" dengan mengirimkan pesan singkat by sms, Whatsapp, atau BBM ke orang yang kita niatkan untuk pergi bersama. :') Jadi, kalau saya  tadi mengirimkan pesan ini. hehe.. Jujur, saya gemetar, begitupun teman saya. Mungkin teman-teman juga bisa mencobanya. :')


Saya mengakui bahwa kadang kita terlalu takut untuk mengungkapkan mimpi yang begitu spesifik, bahkan dengan Allah sekalipun. Contoh, saya. Kenapa? Saya tidak mencantumkan tanggalnya, hanya bulan dan tahun. Mungkin teman-teman lebih berani? Alhamdulillah. Padahal, idealnya kita harus berani bermimpi se-spesifik mungkin, karena sebegitu yakinnya kita dengan mimpi yang akan terwujud. Begitu juga do'a, harus spesifik. Kalau kita merasa kurang yakin, seharsnya tidak. Karena kita punya Allah SWT yang Maha Kuasa, memiliki seisi jagat raya ini, kata Pak Ustad. Tapi saya setuju sih, hehe :)


Nah, kalau teman-teman sudah membaca kisah Mbah Kemih, maka akan memahami bahwa Umroh atau Haji bukan lagi mimpi bahkan untuk orang yang tidak mampu dalam arti tidak mampu secara ekonomi. Tapi, ketika memang Umroh adalah rejeki yang memang diperuntukkan kepada seseorang, misalnya seperti Mbah Kemih, maka Jadilah sesuatu itu (Kun Fayakun). Maka, memang benar bahwa Umroh merupakan undangan dariNya. Siapapun tidak dapat memanipulasi atau menggagalkannya ketika undangan itu sudah diberikan dari Allah SWT. Nah, jadi sebenarnya, setiap kita ummatNya berhak mendapatkan undangan untuk bertolak ke Tanah Suci. Hanya saja, kalau kata Ustad tadi saat training, kita belum bisa melihat atau undangan itu belum sampai karena frekuensi kita yang berbeda. Ilmu lagi yang saya dapat tadi saat training, ternyata ada loh do'a supaya kita mencapai frekuensi itu. Do'anya ada pada Surah Al-Hadid ayat 1-6 dan Surah Al-Hasyr ayat 22-24 (3 ayat terakhir). InsyaAllah, doa ini dapat membuat kita sampai pada frekuensi yang dimaksudkan. Do'a ini dapat dibaca setelah selesai sholat. :)

Nah, jadi kalau ada teman-teman yang punya keinginan untuk Umroh atau Haji, nggak perlu khawatir akan permasalahan duniawi (uang, kesehatan, dsb), yang penting yakin. Kalau saya simpulkan sih, semua itu dapat terwujud ketika kita memiliki niat yang besar, istiqomah dalam berdoa (jangan bolong-bolong doanya), ikhtiarnya juga jalan, di tambah dengan membaca surat Al-Hadid dan Al-Hasyr tadi, InsyaAllah undangan dari Allah akan sampai. Sekalinya undangan Allah itu kita dapat, maka tiada apapun yang dapat menghalanginya, InsyaAllah. Hehe...

Semoga cerita yang saya bagikan dapat bermanfaat untuk teman-teman. Semoga yang ingin di undang ke Tanah Suci, segera diundang dan semoga yang sudah pernah diundang agar dapat diundang kembali ke Tanah Suci :)

Wassalamualaikum! :)

19 Syawal 1437H

Selasa, 19 Juli 2016

Bullying: Klasik, Mengakar

Standard

Masih segar dalam pikiran saya tentang bullying,  hari ini. Ya, baru saja hari ini. Hal ini pulalah yang menghidupkan jemari saya untuk membuat sebuah tulisan, setelah sekian lama (2 bulan) tidak menulis lagi. Adalah keputusan yang mungkin saja tepat, untuk membantu teman saya, Safira :3 dalam kegiatan edukasi tentang bullying di salah satu SMA swasta di Jakarta, sebut saja SMA X. Berhubung memang belum ada agenda apapun ketika memutuskan hal itu.

Bersama 4 orang lainnya, kami memberikan edukasi mengenai bullying di sekolah kepada anak kelas X dalam rangka Masa Orientasi Sekolah (MOS). Sebenarnya, saya sih hanya bantu-bantu dikit hihi..Tapi ilmunya yang didapat itu luar biasa. Karena perolehan ilmu tersebut membuat saya jadi semangat untuk membuat tulisan ini.

Sepanjang saya menikmati kegiatan ini, justru saya dibuat untuk mengingat masa-masa lampau alias ketika masih SMP dan SMA. Saya malah jadi refleksi terhadap diri sendiri dan orang lain. Namun karena faktor pikun atau bisa jadi mungkin dulu saya kurang peka -_-" atau bisa jadi karena faktor kurang pengetahuan, sehingga tidak banyak kejadian bullying yang bisa saya ingat ketika sekolah masa itu. Eits, namun saya ingat sekali satu kejadian pada masa SMP, ketika saya kelas 7 (11 tahun yang lalu, lho). Bukan saya yang di bully. Tetapi, teman saya. Teman saya di labrak sama kakak kelas, karena masalah cinta. Jadi, cowo yang ditaksir kakak kelas saya mendekati teman saya. Nah, semakin kusust akhirnya terjadilah labrak-melabrak. Itu yang saya ingat. Hanya saja saya lupa bagaimana masalah tersebut dapat selesai. Satu hal, kejadian itu tidak dilaporkan kepada pihak guru.

Ternyata, beberapa tahun belakangan ini, kasus bullying sudah sampai pada media massa. Ibu guru di SMA X tadi bercerita dengan semangatnya tentang beberapa kasus bullying yang dampaknya sudah terlihat jelas. Ada seorang anak sekolah yang memiliki seorang ayah dengan pekerjaan sebagai tukang Bubur. Di sekolah, dia sering sekali di-ejek oleh teman-temannya sebagai "anak tukang bubur". Ternyata, hal itu melukai/menyinggung perasaan anak tersebut. Ending dari kasus ini adalah, terjadi bunuh diri. Dan masiiiih banyak sekali kasus bullying yang mungkin saja tidak ter-blow-up karena satu dan lain hal dari pihak korban.

Saya sudah menceritakan dua kasus bullying di sekolah. Jadi, ya begitulah penggambaran makna bullying. Secara teoritis, bullying diartikan sebagai
unwanted, aggressive behavior among school aged children that involves a real or perceived power imbalance. The behavior is repeated, or has the potential to be repeated, over time. Both kids who are bullied and who bully others may have serious lasting problems. (Stopbullying.gov)

Adapula seorang teoretikus yang mengatakan bahwa

Bullying merupakan aktivtas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror yang didasari oleh ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, teror, yang dapat terjadi jika penindasan meningkat tanpa henti (Coloroso, 2007 dalam Adilla, 2009)

Keduanya menyepakati bahwa tindakan bullying dicirikan sebagai suatu aksi yang dilakukan secara sadar dan berulang kali. Ada satu hal lagi yang saya pahami hari ini dari pembicara tadi, bahwa bullying terjadi ketika orang yang dibully merasa sakit hati. Kalau misalkan di ejek atau diledek tetapi orang yang bersangkutan merasa tidak sakit hati, itu berarti bukan bullying.

Ternyata, perilaku bullying ini ada beragam macamnya. Kalau berdasarkan teori sih ada tiga, yaitu fisik, psikologis, dan verbal. Kalau bentuk fisik, seperti menampar, menimpuk, menjegal, memalak, melempar dengan barang, dsb). Jika bentuk verbal, bentuknya adalah memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dsb. Sedangkan psikologis, yaitu memandang sinis, mengancam, mendiamkan, mengucilkan) (Yayasan Sejiwa, 2008 dalam Adilla, 2009). Ah ya, ada satu lagi, yaitu cyberbullying, tindakan bullying yang dilakukan melalui media internet, dan teknologi informasi seperti handphone. Contohnya? Meme yang menggunakan wajah orang tanpa ijin dan hal tersebut melukai hati orang yang bersangkutan. Atau mencemooh orang lain di media sosial seperti facebook, instagram, twitter, dsb.

Saya simak materi tadi, ternyata setiap kita yang melihat, mengenal, menyaksikan, atau mengetahui perilaku bullying ini juga memiliki peran. Ada 7 jenis orang yang terlibat dalam tindakan bullying. Siapa saja mereka? Pelaku (orang yang melakukan bullying), followers (pengikut pelaku, misal anggota geng), supporters (orang yang diluar geng, tetapi ikut mendukung, menyemangati, dan menyoraki), Bystanders (orang yang sebenarnya juga ingin membully, tetapi pasif, diam saja), possible defenders (orang yang benci dengan bullying tapi tidak melakukan apapun untuk membantu korban), defenders (orang yang membantu si korban). Berarti, dulu saya termasuk ke dalam orang yang juga punya andil dalam kasus bullying. Dan, termasuk ke dalam possible defenders. Kalau kamu? *jawab sendiri*



Bagi korban, dampak yang dirasakan sangat banyak. Ada aspek psikologis, sosial, akademis, dan kesehatan. Anak dapat menjadi depresi, cemas, merasa rendah diri, antisosial, menyendiri, malas berangkat sekolah dan berakibat pada penurunan nilai akademis, dan hingga yang fatal adalah keinginan untuk bunuh diri. Atau bahkan ini bisa menjadi mata rantai untuk membentuk 'pelaku' yang baru akibat pengalamannya sebagai korban.

Apa yang dapat dilakukan korban ketika di bully? Ada tiga. Pertama, pasif. Kedua, Agresif. Ketiga, Asertif. Pasif, artinya korban diam saja ketika di bully, tidak melakukan pertahanan apapun. Agresif, artinya korban melakukan perlawanan yang negatif, dapat menimbulkan pertengakaran. Seperti api dibalas dengan api. Asertif, yaitu korban berterus terang kepada pelaku bahwa ia tidak menyukai perlakuan tersebut dengan cara yang tidak agresif. Cara terbaik? Tentu saja asertif. Yang terbaik memiliki tantangan yang lebih besar, tentu saja. Untuk asertif, seseorang dituntun untuk berani. Berani mengungkapkan pendapatnya dengan baik. Mayoritas, banyak yang melakukan dengan cara pasif (cara paling aman secara fisik). Ketiganya adalah cara yang dilakukan oleh korban itu sendiri.

Saya jadi teringat film Kungfu Kid. Pertama kali saya menonton film itu, fokus saya adalah bagaimana seorang anak (Drey) tidak putus asa bahkan ketika dia dalam keadaan terpuruk. Hari ini saya teringat kembali pada film itu dengan perspektif lain, yaitu kasus bullying. Kalau saya ingat kembali, Drey mengalami bullying di sekolah barunya. Bullying fisik dan psikologis. Dia melakukan ketiga cara menghadapi pelaku, yaitu pasif, agresif, dan asertif. Silakan disimak lagi filmnya atau silakan nonton filmnya :'D

Masalah bullying ini adalah masalah yang sangat kompleks. Sebenarnya banyak sekali orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah ini, seperti keterlibatan guru, orang tua, dan teman-teman di lingkungan sekolah, dan bahkan pemerintah juga turut andil. Bahkan, komunitas-komunitas juga sudah ada yang bergerak untuk berusaha memecahkan masalah ini dengan memberikan penyuluhan atau edukasi mengenai bullying di sekolah, seperti yang dilakukan oleh Sejiwa Foundation. Contoh nyatanya adalah guru di SMA X ini. Saya sangat salut kepada beliau yang begitu concern dalam kasus ini. Sudah 4 tahun berturut-turut bekerja sama dengan Sejiwa Foundation untuk menanamkan pemahaman mengenai bullying kepada murid-muridnya. Menurut saya, ini sangat baik sekali.

Pada intinya, kasus bullying ini masih menjadi PR. Kasus ini adalah kasus klasik, sudah terjadi lamaaaa sekali dan hingga mengakar di sekolah-sekolah. Bagi korban, tindakan bullying sudah membekas dalam hidupnya. Bisa saja dia memaafkan, tetapi jika hati sudah terluka, luka itu masih memiliki bekasnya. Oleh karena itu, sebaiknya kita berhati-hati dalam berucap dan bertindak, apalagi ucapan dan tindakan yang negatif. Dan yang penting adalah setiap kita memiliki peran dalam kasus bullying. Kalau kata Andrew Youn (Founder One Acre Fund),
If we have the will, everyone of us has a role to play.

So, STOP BULLYING!

Sumber:

https://www.stopbullying.gov/what-is-bullying/definition/index.html
Adilla, Nissa. Pengaruh Kontro Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia, I(5), 56-66.

Minggu, 24 April 2016

Rosalinda Delin: Perempuan Peretas Batas

Standard
“…dan kami yakin seyakin-yakinnya bahwa air mata kami, yang kini nampaknya mengalir sia-sia itu, akan ikut menumbuhkan benih yang akan mekar menjadi bunga-bunga yang akan menyehatkan generasi-generasi mendatang.”
Surat R.A Kartini kepada Ny. Abendanon, 15 Juli 1902 dikutip dari Majalah Tempo edisi khusus Hari Kartini.

Selamat hari Kartini 2016! Selamat berjumpa dengan tulisan saya kembali setelah beberapa bulan vakum karena segala urusan yang berbau skripsi. :3

Ada yang menarik hati sehingga saya ingin sekali membuat tulisan tentang perempuan peretas batas yang sempat saya baca ulasannya dari majalah Tempo edisi khusus Hari Kartini. Ada satu sosok perempuan yang menarik untuk saya ulas kembali pada tulisan ini dan memberikan saya inspirasi juga sekaligus menggugah hati untuk terus bermanfaat kepada masyarakat. Entah bagaimana bisa terjadi, jika dianalogikan, hati ini rasanya mendidih seperti air yang direbus dalam suhu 100C.

Dalam perspektif keperawatan, setiap indvidu merupakan makhluk yang unik sehingga tidak dapat disama-ratakan. Namun, setiap individu pasti memiliki energi. Ada teori yang mengatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat dirubah bentuknya menjadi energi lainnya. Inilah yang membuat energi setiap individu berbeda. Ada yang mengalihkan energi untuk hal-hal positif, adapula yang mengalihkannya ke dalam hal-hal negatif.

Rosalinda Delin adalah salah satu perempuan dengan energi positif yang luar biasa untuk melayani masyarakat. Beliau adalah bidan desa di Belu, Nusa Tenggara Timur. Kiprahnya sangat besar dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Kegigihan beliau mampu merubah budaya maladaptif (bersifat merusak) yang telah mengakar dalam masyarakat Belu menjadi budaya yang adaptif.

Tradisi Hasai Hai, tradisi yang menjadi tantangan bagi Rosalinda Delin untuk memerangi kematian ibu dan anak. Tradisi ini merupakan tradisi pengasapan bagi ibu yang baru melahirkan dan bayi baru lahir selama 42 hari. Ibu dan bayi dipanaskan dengan tiduran di atas balai yang dibawahnya menyala kayu bakar, seperti dipanggang. Tradisi ini dilakukan setiap setelah mandi pagi dan sore hari. Tujuan masyarakat melakukan tradisi ini adalah untuk membuat ibu dan bayi mendapat kehangatan. Namun, secara ilmiah, tradisi ini justru mengakibatkan ibu dan bayi mengalami gangguan pernapasan dan dehidrasi akibat pengasapan. Tradisi inilah yang menjadi tantangan bagi Rosalinda Delin sebagai bidan desa, tenaga kesehatan yang melayani masyarakatnya dengan sepenuh hati.

Hal yang menarik adalah strategi beliau dalam merubah tradisi Hasai Hai menjadi tradisi yang adaptif tanpa mengurangi tujuan masyarakat melakukan Hasai Hai. Untuk memberikan pemahaman akan bahayanya tradisi Hasai Hai, Rosalinda Delin menunjukkan simulasi sederhana bagaimana pengasapan ibu dan bayi dapat menimbulkan efek dehidrasi. Beliau menggunakan ikan dan arang untuk menggambarkan kondisi ibu dan bayi yang sedang di ‘panggang’ dalam tradisi Hasai Hai. Tidak hanya menunjukkan bahwa tradisi tersebut berbahaya, namun beliau mengusulkan untuk memberikan selimut kepada ibu dan bayi untuk memberikan kehangatan. Cara-cara kreatif itulah yang membuat masyarakat mulai sadar bahwa tradisi pengasapan dapat memperburuk kesehatan ibu dan bayi. Kini, budaya Hasai Hai mulai terkikis secara perlahan.

Tradisi Hasai Hai
Sumber gambar: BBC Indonesia

Menurut Landrine & Klonoff (2004), budaya merupakan  salah satu faktor yang sangat memengaruhi perilaku sehat individu. Oleh karenanya, budaya dapat menjadi senjata yang ampuh untuk meningkatkan kesehatan masyarakat namun juga berlaku sebagai boomerang bagi kesehatan. Hasai Hai bukan merupakan satu-satunya tradisi maladaptif yang ada di Indonesia. Masih banyak sekali tradisi-tradisi lainnya, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara multikultural, memiliki ribuan suku bangsa. Oleh karena itu, tradisi yang maladaptif di masyarakat tidak hanya menjadi tantangan bagi Rosalinda Delin, namun juga bagi setiap tenaga kesehatan di seluruh pelosok tanah air. 

Pelajaran lainnya adalah karakter yang dimiliki beliau. Sebagai tenaga kesehatan, melayani kesehatan di masyarakat dengan sepenuh hati adalah suatu kewajiban. Beliau tidak membutuhkan sebuah penghargaan atau pengakuan dari orang lain sehingga apa yang dilakukannya atas dasar keikhlasan. Selain itu, beliau bahkan pernah memiliki pengalaman beradu cepat dengan dukun beranak untuk sampai di rumah ibu yang akan bersalin. Dengan segala keterbatasan yang dihadapi, kegigihan dan keberaniannya patut dijadikan potret Kartini masa kini. Menurut saya, tidak hanya bagi bidan desa saja, namun juga seluruh tenaga kesehatan termasuk perawat, dokter, apoteker, dan lainnya perlu meneladani karakter beliau.


Sekali lagi, Selamat Hari Kartini, perempuan Indonesia! :)

Sumber rujukan:


Landrine, H., & Klonoff, E. A. (2004). Culture Change and Ethnic-Minority Health Behavior: An Operant Theory of Acculturation. Journal of Behavioral Medicine, Vol. 27, No. 6, 527-555


Majalah Tempo edisi Khusus Hari Kartini

Sabtu, 23 Januari 2016

Keresahan Malam Mingguku

Standard
Perjalanan pulang pada malam kali ini membuatku resah. Keresahan yang membawa hatiku bergelora untuk tergerak membuat tulisan ini.

Dalam perjalanan menuju rumah, kudapati suara sirine semakin jelas terdengar. Dari radius entah berapa km, sayup-sayup suara sirine itu mulai berpadu dengan suara music dari handsfree di telingaku. Sumber suara sirine bagiku antara dua hal, yaitu ambulan atau polisi. Karena aku berkendara sepeda motor bersama ayahku, maka laju kami lebih cepat dibandingkan mobil-mobil yang sudah memadati jalan di sebelah kanan. Ya, teman-teman pasti tahu ruang sepeda motor di jalan raya. Tentu saja di bagian paling kiri dari ruang jalan raya, dan cukup minimalis bila kemacetan terjadi. Hanya beberapa pengendara saja yang melalui ruang tengah jalan raya.

Kami melaju terus tanpa hambatan berarti diikuti dengan suara sirine yang intensitasnya semakin kuat dan besar diterima oleh telingaku. Ternyata, sumber suara tersebut adalah sirine ambulan sebuah rumah sakit di Cibubur. Sirine itu nyaring terdengar, dan aku yakin sekali semua orang yang berada dekat dengan ambulan tersebut mendengarnya, kecuali yang memiliki gangguan pendengaran. Pun semua pengendara kendaraan bermotor mayoritas memiliki fungsi pendengaran yang baik. Kondisi jalan raya dalam keadaan yang cukup padat  namun masih memungkinkan untuk bergerak maju sejauh 2-3 m dengan rentang waktu yang tidak lama. Bagaimana dengan nasib ambulan tadi? Teman-teman mungkin dapat menebaknya. Tentu saja ambulan tersebut bernasib sama dengan mobil-mobil lainnya. Padahal, kita tahu bahwa ada nilai prioritas di sana ketika sirine ambulan berbunyi. Ada keadaan mendesak. Darurat, menyangkut kesehatan manusia, kebutuhan dasar yang vital, dapat pula menyangkut nyawa.

Melihat kondisi tersebut, sontak aku teringat pada postingan di salah satu jejaring sosial. Postingan tersebut menarik perhatianku kala itu, namun hanya sekian detik saja, kemudian berlalu. Tapi kini postingan itu merasuk hati yang sedang resah. Artikel tersebut menceritakan tentang sebuah negara, tepatnya adalah warga negaranya yang memiliki perilaku unik ketika jalan raya sedang padat (macet). Mereka, pengendara kendaraan bermotor (re: mobil) itu hanya menggunakan ruang jalan sebelah kanan dan kiri. Mereka mengosongkan ruang tengah jalan raya tersebut. Makna dari perilaku tersebut adalah memberikan ruang prioritas kepada yang membutuhkannya dalam keadaan darurat, seperti ambulan, pemadam kebakaran, dan yang lainnya. Menarik bukan? Mungkin bagi mereka itu tidak menarik karena menjadi hal yang biasa mereka lakukan. Akan tetapi, bagiku secara pribadi, adalah hal yang menarik karena aku tidak pernah melihat kejadian seperti itu terjadi, di sini, tanah airku. Atau mungkin teman-teman pernah melihatnya? Syukurlah kalau ada yang pernah. Kalau tidak, menjadi sebuah pertanyaan bagiku pribadi dan seharusnya juga kepada teman-teman, karena kita adalah manusia.

Katanya, manusia adalah makhluk sosial. Makhluk yang membutuhkan bantuan orang lain dan tidak dapat hidup sendiri. Makhluk satu-satunya pemilik harta bernama nurani, yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan yang lain, spesial. Itu yang aku pelajari sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Menanggapi fenomena ambulan tadi dan juga adanya penambahan wawasan tentang perilaku yang ditunjukkan oleh warga negara di negara lain tersebut di atas, bagaimana pendapat teman-teman?

Tentu saja pendapatku adalah mungkin sekali kita teladani perilaku memberikan ruang prioritas di jalan. Tentu saja kepada yang berada dalam keadaan darurat untuk kepentingan masyarakat, bukan pribadi apalagi golongan, seperti ambulan tadi. Aku tahu, semua pengguna jalan raya memiliki berbagai keinginan, seperti ingin cepat sampai tujuan, sudah lelah, dan lain hal sehingga belum mampu terpikirkan sebuah solusi untuk memberikan ruang prioritas ketika jalan raya cukup padat. Macet bukan lagi menjadi alasan karena kita telah melihat hal serupa di negara lain. Mengapa kita tidak bisa? Padahal, sebagai pengendara kendaraan bermotor, tentukan saja untuk ambil posisi jalan paling kiri atau paling kanan, selap-selip diantara mobil ketika memiliki kesempatan dan mengosongkan ruang jalan raya bagian tengah.  Jika semua pengendara memikirkan hal ini ketika mulai mendengar sirine sebagai tanda keadaan darurat, makan ruang prioritas dengan mudah tercipta.
Keresahanku ini mungkin adalah puncaknya setelah membaca artikel di sebuah jejaring sosial. Terkait pihak yang menunggu bantuan darurat tersebut, Aku tahu, yang mengatur semuanya adalah Yang Maha Kuasa dengan takdirnya. Tapi, tak bisakah makhluknya berusaha barang sedikit saja untuk merubah nasib/takdir? Karena dari yang aku pelajari pada ajaran agama Islam bahwa kita dapat merubah takdir ketika kita mau berusaha. Ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka (Q.S Ar-Rad: 11).

Terima kasih kepada teman-teman yang mau membaca secuil keresahan dari makhluk Tuhan yang satu ini. Terima kasih banyak bagi yang membaca tulisan ini bila mulai mau melakukan hal tersebut di atas. Hal kecil terkadang memberikan pengaruh yang cukup signifikan meskipun dilakukan seorang diri, apalagi jika dilakukan bersama. Kritik dan saran sangat terbuka demi memperkaya pendapat ini yang cukup mendasar. Tulisan ini dibuat atas dasar emosionil penulis karena keresahannya, sebagai pemilik harta bernama nurani.

Cileungsi, Malam minggu
23 Januari 2015 21.24

Selasa, 12 Januari 2016

BBM: Berani Berbagi Mimpi

Standard
BBM, bukan akronim Bahan Bakar Minyak apalagi Bakso Bakwan Malang ._.
BBM yang dimaksud adalah Berani-Berbagi-Mimpi atau Dare to Share a Dream.

Terlalu lama tidak menulis, membuatku kehabisan kata-kata dan menjadi kaku untuk menulis. Maka, Aku memutuskan untuk menulis sekaligus berbagi tentang salah satu impianku kepada, kamu. Baru-baru ini, sebuah impian sangat mengganggu pikiran dan perasaanku. Perasaan ini yang hendak aku ceritakan kepada, kamu.

Kini Aku sudah berada pada ujung tanduk semester perkuliahan. Maka, skripsi adalah sesuatu hal lumrah bagi calon sarjana sepertiku ini. Jika Tuhan mengijinkan, Aku akan menjadi sarjana pada bulan Agustus 2016 (aamiin). Tapi, tentu skripsi, sebut saja si S itu harus Aku rampungkan hingga tuntas. Kenyataannya, kini Aku masih dalam proses pengerjaan proposal penelitian. Jika diibaratkan sebagai jarak tempuh perjalanan, maka saat ini Aku masih berada pada 1/4 jalan menuju tujuan akhir. 

Aku memilih bidang keperawatan maternitas untuk Si S ini. Tahukah kamu? Intinya, keperawatan maternitas adalah ilmu keperawatan yang berfokus untuk meningkatkan kesehatan reproduksi dan kehamilan atau melingkupi kesehatan ibu dan anak. Lebih spesifik lagi, Si S kepunyaanku akan membahas terkait peran menjadi ibu pada wanita yang baru pertama kali melahirkan (primipara). Sounds interesting, isnt it?

Suatu ketika saat Aku bimbingan dengan dosenku, beliau membuatku sadar akan suatu hal, yaitu kebermanfaatan sebuah penelitian.

"Coba perhatikan semuanya dibagian manfaat. Bagi Masyarakat. Apakah dengan data penelitian yang nanti akan dihasilkan akan memberikan manfaat kepada masyarakat secara langsung? Dengan penelitian ini, kita hanya akan mendapatkan informasi saja dari responden tanpa memberikan manfaat secara langsung. Kecuali kalau penelitiannya dengan memberikan suatu perlakuan eksperimen/intervensi/tindakan kepada responden penelitian kita."

Kalimat di atas tidak sepenuhnya tepat pada setiap kata, namun inti pesannya adalah demikian. Sejujurnya, saat menuliskan bagian manfaat pada Pendahuluan, Aku tidak sampai berpikir sejauh itu. Itulah yang membuatku sadar pada sesuatu hal yang mungkin 'sepele' untuk ditulis. Karena kesadaran itulah, impian untuk menerbitkan sebuah buku mulai mengganggu pikiranku.

Pada sub-bab manfaat di proposal penelitian, kutuliskan manfaat bagi ibu primipara (responden penelitian). Setelah kupikirkan lagi atas perkataan dosenku, ada benarnya juga. Untuk apa Aku tulis jika sebenarnya penelitianku ini tidak memberikan manfaat secara langsung untuk Ibu primipara? Ya memang bisa jadi bermanfaat, tetapi terlalu jauh. Hasil penelitianku ini yang merupakan penelitian studi deskriptif/gambaran hanya dapat memaparkan gambaran data fenomena kepuasan peran menjadi ibu. Data ini dapat bermanfaat untuk tenaga kesehatan atau pihak yang memiliki kepentingan untuk menindaklanjuti data ini. Namun, tidak bagi masyarakat ataupun Ibu primipara.

Kemudian Aku berpikir. *Ting* Buku! Ya, Membuat Buku!

Kata tidak mungkin akan menjadi mungkin bagi Masyarakat atau Ibu primipara untuk mendapat manfaatnya secara langsung melalui sebuah buku. Buku dapat memberikan informasi kepada sasarannya, yaitu pembaca. Maka dari itu, Aku percaya bahwa Impossible dapat bertransformasi menjadi I'm possible. Sejak saat itu, impian ini selalu menghantui dan menggebu.

Pertanyaan besar, muncul. Bagaimana Si S dapat dijadikan sebuah buku?

Ah, Aku jadi ingat perkataan seseorang. Dia bilang, ketika kita hendak mencari cara untuk mencapai sesuatu, mulailah dari kata tanya "Siapa", bukan "Bagaimana". Karena menurutnya, dari jawaban "Siapa" kita akan mendapatkan jawaban "Bagaimana". Dan, Aku sudah tahu jawaban "Siapa", juga Aku sudah mendapatkan jawaban "Bagaimana".

Pada akhirnya, Aku memberanikan diri untuk menulis. Tulisan ini memiliki tujuan sebagai pengingatku sendiri agar Aku tidak lupa bahwa saat ini Aku bersemangat sekali akan mewujudkan impian ini. Si S akan tuntas dalam 4-5 bulan ke depan. Bukan tidak mungkin manusia berubah pikiran, karena Tuhan yang menciptakannya dapat berkehendak untuk membolak-balikan hati manusia dalam sekejap. Pun, tulisan ini juga dapat membantuku sebagai pengingat dan penyemangatku melalui, kamu. :)

Ceritaku ini ternyata sesuai sekali dengan quotes oleh Walt Disney. First, think. Second, believe. Third, dream. And finally, dare. Juga tak lupa bahwa Man propose it, God Dispose it. Kamu juga dapat mencobanya! :)



12 Januari 2016
23.29 WIB