Sabtu, 23 Juli 2016

Undangan Umroh dari Allah, Siapa yang Tak Mau?

Standard

Assalamualaikum, para bloggers, dan blog readers :)

Saya ingin sekali berbagi cerita. Bukan cerita saya ketika Umroh ya, karena belum diundang olehNya ke sana :'D Insya Allah.. (mohon do'anya aja dulu, hehe.. ). Tapi saya ingin berbagi secuil pengetahuan yang saya dapat hari ini dari acara Training Wisata Hati yang temanya : "Training Umroh: Makna dan Manasik". Karena kata Rasul, "Sampaikan dariku walau satu ayat". Jadi, biarpun sedikit ilmunya, yang penting bisa bermanfaat (insyaAllah), hehe :)

Sebagai umat muslim, pengikut Rasul, hambanya Allah, menunaikan ibadah umroh adalah sesuatu hal yang istimewa. Gimana bisa nggak? Kita datang ke rumahNya, bisa berkunjung ke makam Rasulullah langsung dan melantunkan shalawat. Bahkan, tadi kata ustad, ibadah sholat yang kita lakukan di Masjid ketika di tanah suci itu bernilai 1000x lipat pahalanya. Istimewa sekalilah pokoknya ya.

Nah, perkaranya adalah......tidak semua ummat manusia yang berkesempatan untuk ke sana, melakukan ibadah dan berkunjung ke rumahNya. Kalau dinalar secara logis, masalah mayoritas yang menghambat adalah uang. Atau bisa jadi masih tertunda dalam waktu yang lama karena sekarang ada masa tunggu untuk pergi Umroh atau Haji (antri, hehe). Atau bisa jadi, memang belum 'terpatri' di hati atau belum ada niat yang adekuat, baru ada keinginan-keinginan biasa saja (kayak saya sebelum datang ke training ini). Ya, pokoknya kalau di pikir-pikir banyak sekali faktor yang dapat menjadi penghambatnya. Ini hanya berdasarkan opini saya saja ya, bukan berdasarkan survei dan data. Hehe...

Apa yang mau saya bagikan tentang ilmu yang saya dapat hari ini? yaitu tentang keyakinan dari niat kita dan ikhtiar yang kita lakukan untuk pergi ke Tanah Suci dan sesuai dengan tagline acara tadi, #Dream #Pray #Action

1. Niat

Menurut saya, niat adalah pondasi utamanya. Karena kalau ada niat, action atau tindakannya insyaAllah juga akan jalan. Kita harus punya dan berani memiliki mimpi untuk pergi ke sana. Keinginan ini juga harus kuat. Ya, sama aja kayak kita ingin sesuatu barang misalnya, kalau niat nggak niat, keinginan itu akan dengan mudah hilang. Niat juga menjadi salah satu rukun dalam menjalankan ibadah Umroh. Ah, iya. Niatkan Umroh karena Allah, yang paling penting.

2. Doa

Doa adalah salah satu cara kita untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Ini juga merupakan salah satu ikhtiar yang kita lakukan. Sama layaknya ketika kita menginginkan sesuatu, pasti kita berdoa agar keinginan kita dikabulkan. Nah, kita bisa berdoa untuk diri kita sendiri dan berdoa untuk orang lain atau saling mendoakan satu sama lain. Tadi, saat training, saya diajarkan bagaimana cara doa yang tepat. Pertama, pikirkan konten do'a nya, yaitu kita niat untuk Umrohnya kapan (kalau bisa spesifik beserta tanggal, bulan, dan tahun), bersama siapa kita akan berangkat, dan apa yang kita inginkan ketika Umroh. Setelah itu, kita baca basmallah dan mengucapkan shalawat dan ditutup dengan hamdalah. Kita juga bisa banget berbagi mimpi kita ini dengan keluarga atau teman terdekat kita, supaya bisa saling mendoakan satu sama lain. Jadi, misalkan saya mendoakan teman saya begini:

Bismillahirrohmanirrahiim..Ya Allah, ijinkan dan undanglah A untuk pergi Umroh tanggal 17 Agustus 2018 bersama orang tuanya. Dia ingin sekali berkunjung ke rumahMu, bershalawat di rumahMu dan mengunjungi makam Rasulullah, kekasihMu beserta masjid-masjid yang ada di sana. *kemudian baca shalawat* *hamdalah* *aamiin*

Nah, doa ini jangan dilakukan hanya sekali, tapi setiap hari, sesering mungkin. Kenapa sih? Ibarat anak kecil minta mainan sama mamanya, gimana? Pasti merengek-rengek bahkan sampai nangis kan supaya mainan yang diinginkan dibeli sama  mamanya. Begitulah analoginya. Ohiya, satu lagi, sebelum berdoa, diiringi juga sama istighfar. Karena, berdasarkan yang saya baca dan saya pahami dari ceramah Ustad YM, ada beberapa hal yang menghambat doa kita cepat sampai ke Allah, yaitu dosa-dosa yang kita perbuat. Makanya, sebelum berdoa, kita mengucapkan dan meminta ampunan kepada Yang Maha Kuasa.

3. Action (Tindakan Nyata/Konkrit)

Mimpi hanyalah sekedar mimpi kalau kita tidak melakukan usaha. Sebenarnya doa juga merupakan salah satu usaha sih. Tapi banyak cara lainnya yang dapat dilakukan untuk mempercepat keinginan kita agar dikabulkan oleh Allah SWT. Salah satu cara yang mujarab adalah bersedekah. Ada suatu kisah yang sangat menginspirasi saya dan beberapa peserta training tadi. Tidak sedikit yang juga menangis kita kami para peserta memetik hikmah dari kisah ini. Ini adalah kisah dari Mbah Kemih. Teman-teman bisa membaca kisah ini sama persis yang saya baca tadi dari handbook yang dibagikan di Kisah Mbah Kemih (klik aja ya). Saya sangat anjurkan untuk teman-teman baca, dan menyerapi hikmah dari kisah beliau. Kisah beliau juga mengisahkan bahwa sedekah dapat membawa beliau ke tanah suci, tentunya diiringi juga dengan kedekatan beliau dengan Allah SWT.

Satu lagi yang sebenarnya sangat snagat membekas pada diri saya saat training tadi. Ketika kami para peserta telah menuliskan kapan akan pergi Umroh, bersama siapa, dan apa yang diinginkan pergi kesana, kami langsung disuruh melakukan action "sederhana" dengan mengirimkan pesan singkat by sms, Whatsapp, atau BBM ke orang yang kita niatkan untuk pergi bersama. :') Jadi, kalau saya  tadi mengirimkan pesan ini. hehe.. Jujur, saya gemetar, begitupun teman saya. Mungkin teman-teman juga bisa mencobanya. :')


Saya mengakui bahwa kadang kita terlalu takut untuk mengungkapkan mimpi yang begitu spesifik, bahkan dengan Allah sekalipun. Contoh, saya. Kenapa? Saya tidak mencantumkan tanggalnya, hanya bulan dan tahun. Mungkin teman-teman lebih berani? Alhamdulillah. Padahal, idealnya kita harus berani bermimpi se-spesifik mungkin, karena sebegitu yakinnya kita dengan mimpi yang akan terwujud. Begitu juga do'a, harus spesifik. Kalau kita merasa kurang yakin, seharsnya tidak. Karena kita punya Allah SWT yang Maha Kuasa, memiliki seisi jagat raya ini, kata Pak Ustad. Tapi saya setuju sih, hehe :)


Nah, kalau teman-teman sudah membaca kisah Mbah Kemih, maka akan memahami bahwa Umroh atau Haji bukan lagi mimpi bahkan untuk orang yang tidak mampu dalam arti tidak mampu secara ekonomi. Tapi, ketika memang Umroh adalah rejeki yang memang diperuntukkan kepada seseorang, misalnya seperti Mbah Kemih, maka Jadilah sesuatu itu (Kun Fayakun). Maka, memang benar bahwa Umroh merupakan undangan dariNya. Siapapun tidak dapat memanipulasi atau menggagalkannya ketika undangan itu sudah diberikan dari Allah SWT. Nah, jadi sebenarnya, setiap kita ummatNya berhak mendapatkan undangan untuk bertolak ke Tanah Suci. Hanya saja, kalau kata Ustad tadi saat training, kita belum bisa melihat atau undangan itu belum sampai karena frekuensi kita yang berbeda. Ilmu lagi yang saya dapat tadi saat training, ternyata ada loh do'a supaya kita mencapai frekuensi itu. Do'anya ada pada Surah Al-Hadid ayat 1-6 dan Surah Al-Hasyr ayat 22-24 (3 ayat terakhir). InsyaAllah, doa ini dapat membuat kita sampai pada frekuensi yang dimaksudkan. Do'a ini dapat dibaca setelah selesai sholat. :)

Nah, jadi kalau ada teman-teman yang punya keinginan untuk Umroh atau Haji, nggak perlu khawatir akan permasalahan duniawi (uang, kesehatan, dsb), yang penting yakin. Kalau saya simpulkan sih, semua itu dapat terwujud ketika kita memiliki niat yang besar, istiqomah dalam berdoa (jangan bolong-bolong doanya), ikhtiarnya juga jalan, di tambah dengan membaca surat Al-Hadid dan Al-Hasyr tadi, InsyaAllah undangan dari Allah akan sampai. Sekalinya undangan Allah itu kita dapat, maka tiada apapun yang dapat menghalanginya, InsyaAllah. Hehe...

Semoga cerita yang saya bagikan dapat bermanfaat untuk teman-teman. Semoga yang ingin di undang ke Tanah Suci, segera diundang dan semoga yang sudah pernah diundang agar dapat diundang kembali ke Tanah Suci :)

Wassalamualaikum! :)

19 Syawal 1437H

Selasa, 19 Juli 2016

Bullying: Klasik, Mengakar

Standard

Masih segar dalam pikiran saya tentang bullying,  hari ini. Ya, baru saja hari ini. Hal ini pulalah yang menghidupkan jemari saya untuk membuat sebuah tulisan, setelah sekian lama (2 bulan) tidak menulis lagi. Adalah keputusan yang mungkin saja tepat, untuk membantu teman saya, Safira :3 dalam kegiatan edukasi tentang bullying di salah satu SMA swasta di Jakarta, sebut saja SMA X. Berhubung memang belum ada agenda apapun ketika memutuskan hal itu.

Bersama 4 orang lainnya, kami memberikan edukasi mengenai bullying di sekolah kepada anak kelas X dalam rangka Masa Orientasi Sekolah (MOS). Sebenarnya, saya sih hanya bantu-bantu dikit hihi..Tapi ilmunya yang didapat itu luar biasa. Karena perolehan ilmu tersebut membuat saya jadi semangat untuk membuat tulisan ini.

Sepanjang saya menikmati kegiatan ini, justru saya dibuat untuk mengingat masa-masa lampau alias ketika masih SMP dan SMA. Saya malah jadi refleksi terhadap diri sendiri dan orang lain. Namun karena faktor pikun atau bisa jadi mungkin dulu saya kurang peka -_-" atau bisa jadi karena faktor kurang pengetahuan, sehingga tidak banyak kejadian bullying yang bisa saya ingat ketika sekolah masa itu. Eits, namun saya ingat sekali satu kejadian pada masa SMP, ketika saya kelas 7 (11 tahun yang lalu, lho). Bukan saya yang di bully. Tetapi, teman saya. Teman saya di labrak sama kakak kelas, karena masalah cinta. Jadi, cowo yang ditaksir kakak kelas saya mendekati teman saya. Nah, semakin kusust akhirnya terjadilah labrak-melabrak. Itu yang saya ingat. Hanya saja saya lupa bagaimana masalah tersebut dapat selesai. Satu hal, kejadian itu tidak dilaporkan kepada pihak guru.

Ternyata, beberapa tahun belakangan ini, kasus bullying sudah sampai pada media massa. Ibu guru di SMA X tadi bercerita dengan semangatnya tentang beberapa kasus bullying yang dampaknya sudah terlihat jelas. Ada seorang anak sekolah yang memiliki seorang ayah dengan pekerjaan sebagai tukang Bubur. Di sekolah, dia sering sekali di-ejek oleh teman-temannya sebagai "anak tukang bubur". Ternyata, hal itu melukai/menyinggung perasaan anak tersebut. Ending dari kasus ini adalah, terjadi bunuh diri. Dan masiiiih banyak sekali kasus bullying yang mungkin saja tidak ter-blow-up karena satu dan lain hal dari pihak korban.

Saya sudah menceritakan dua kasus bullying di sekolah. Jadi, ya begitulah penggambaran makna bullying. Secara teoritis, bullying diartikan sebagai
unwanted, aggressive behavior among school aged children that involves a real or perceived power imbalance. The behavior is repeated, or has the potential to be repeated, over time. Both kids who are bullied and who bully others may have serious lasting problems. (Stopbullying.gov)

Adapula seorang teoretikus yang mengatakan bahwa

Bullying merupakan aktivtas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror yang didasari oleh ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, teror, yang dapat terjadi jika penindasan meningkat tanpa henti (Coloroso, 2007 dalam Adilla, 2009)

Keduanya menyepakati bahwa tindakan bullying dicirikan sebagai suatu aksi yang dilakukan secara sadar dan berulang kali. Ada satu hal lagi yang saya pahami hari ini dari pembicara tadi, bahwa bullying terjadi ketika orang yang dibully merasa sakit hati. Kalau misalkan di ejek atau diledek tetapi orang yang bersangkutan merasa tidak sakit hati, itu berarti bukan bullying.

Ternyata, perilaku bullying ini ada beragam macamnya. Kalau berdasarkan teori sih ada tiga, yaitu fisik, psikologis, dan verbal. Kalau bentuk fisik, seperti menampar, menimpuk, menjegal, memalak, melempar dengan barang, dsb). Jika bentuk verbal, bentuknya adalah memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dsb. Sedangkan psikologis, yaitu memandang sinis, mengancam, mendiamkan, mengucilkan) (Yayasan Sejiwa, 2008 dalam Adilla, 2009). Ah ya, ada satu lagi, yaitu cyberbullying, tindakan bullying yang dilakukan melalui media internet, dan teknologi informasi seperti handphone. Contohnya? Meme yang menggunakan wajah orang tanpa ijin dan hal tersebut melukai hati orang yang bersangkutan. Atau mencemooh orang lain di media sosial seperti facebook, instagram, twitter, dsb.

Saya simak materi tadi, ternyata setiap kita yang melihat, mengenal, menyaksikan, atau mengetahui perilaku bullying ini juga memiliki peran. Ada 7 jenis orang yang terlibat dalam tindakan bullying. Siapa saja mereka? Pelaku (orang yang melakukan bullying), followers (pengikut pelaku, misal anggota geng), supporters (orang yang diluar geng, tetapi ikut mendukung, menyemangati, dan menyoraki), Bystanders (orang yang sebenarnya juga ingin membully, tetapi pasif, diam saja), possible defenders (orang yang benci dengan bullying tapi tidak melakukan apapun untuk membantu korban), defenders (orang yang membantu si korban). Berarti, dulu saya termasuk ke dalam orang yang juga punya andil dalam kasus bullying. Dan, termasuk ke dalam possible defenders. Kalau kamu? *jawab sendiri*



Bagi korban, dampak yang dirasakan sangat banyak. Ada aspek psikologis, sosial, akademis, dan kesehatan. Anak dapat menjadi depresi, cemas, merasa rendah diri, antisosial, menyendiri, malas berangkat sekolah dan berakibat pada penurunan nilai akademis, dan hingga yang fatal adalah keinginan untuk bunuh diri. Atau bahkan ini bisa menjadi mata rantai untuk membentuk 'pelaku' yang baru akibat pengalamannya sebagai korban.

Apa yang dapat dilakukan korban ketika di bully? Ada tiga. Pertama, pasif. Kedua, Agresif. Ketiga, Asertif. Pasif, artinya korban diam saja ketika di bully, tidak melakukan pertahanan apapun. Agresif, artinya korban melakukan perlawanan yang negatif, dapat menimbulkan pertengakaran. Seperti api dibalas dengan api. Asertif, yaitu korban berterus terang kepada pelaku bahwa ia tidak menyukai perlakuan tersebut dengan cara yang tidak agresif. Cara terbaik? Tentu saja asertif. Yang terbaik memiliki tantangan yang lebih besar, tentu saja. Untuk asertif, seseorang dituntun untuk berani. Berani mengungkapkan pendapatnya dengan baik. Mayoritas, banyak yang melakukan dengan cara pasif (cara paling aman secara fisik). Ketiganya adalah cara yang dilakukan oleh korban itu sendiri.

Saya jadi teringat film Kungfu Kid. Pertama kali saya menonton film itu, fokus saya adalah bagaimana seorang anak (Drey) tidak putus asa bahkan ketika dia dalam keadaan terpuruk. Hari ini saya teringat kembali pada film itu dengan perspektif lain, yaitu kasus bullying. Kalau saya ingat kembali, Drey mengalami bullying di sekolah barunya. Bullying fisik dan psikologis. Dia melakukan ketiga cara menghadapi pelaku, yaitu pasif, agresif, dan asertif. Silakan disimak lagi filmnya atau silakan nonton filmnya :'D

Masalah bullying ini adalah masalah yang sangat kompleks. Sebenarnya banyak sekali orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah ini, seperti keterlibatan guru, orang tua, dan teman-teman di lingkungan sekolah, dan bahkan pemerintah juga turut andil. Bahkan, komunitas-komunitas juga sudah ada yang bergerak untuk berusaha memecahkan masalah ini dengan memberikan penyuluhan atau edukasi mengenai bullying di sekolah, seperti yang dilakukan oleh Sejiwa Foundation. Contoh nyatanya adalah guru di SMA X ini. Saya sangat salut kepada beliau yang begitu concern dalam kasus ini. Sudah 4 tahun berturut-turut bekerja sama dengan Sejiwa Foundation untuk menanamkan pemahaman mengenai bullying kepada murid-muridnya. Menurut saya, ini sangat baik sekali.

Pada intinya, kasus bullying ini masih menjadi PR. Kasus ini adalah kasus klasik, sudah terjadi lamaaaa sekali dan hingga mengakar di sekolah-sekolah. Bagi korban, tindakan bullying sudah membekas dalam hidupnya. Bisa saja dia memaafkan, tetapi jika hati sudah terluka, luka itu masih memiliki bekasnya. Oleh karena itu, sebaiknya kita berhati-hati dalam berucap dan bertindak, apalagi ucapan dan tindakan yang negatif. Dan yang penting adalah setiap kita memiliki peran dalam kasus bullying. Kalau kata Andrew Youn (Founder One Acre Fund),
If we have the will, everyone of us has a role to play.

So, STOP BULLYING!

Sumber:

https://www.stopbullying.gov/what-is-bullying/definition/index.html
Adilla, Nissa. Pengaruh Kontro Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia, I(5), 56-66.