Jejaringku!

Sabtu, 29 November 2014

Torehan Jejak Kaki di Korea Selatan #1

Semangat Pagi! Hari yang cerah untuk jiwa yang selalu ceria meskipun tugas kuliah sudah menanti untuk dijamah. :)

Ceritera kali ini akan menggunakan kata sapaan "Aku" supaya lebih akrab dengan readers (Manthovani, 2014). Baru saja mendapatkan ilmu dari Kelly, Kepala Departemen Penulisan KSM Eka Prasetya bahwasanya kata ganti "Aku" dalam sebuah tulisan membuat hubungan antara penulis dan pembaca seakan menjadi lebih akrab. ;)

Segudang cerita ingin disampaikan sewaktu Aku menjejakkan kaki di Negeri Gingseng. Perjalanan yang cukup singkat, sejak tanggal 23 Agustus hingga 25 Agustus 2014 di Daejeon dan Seoul, Korea Selatan. Hal yang mengantarkanku ke Korea Selatan adalah perjuangan tiada henti disertai keyakinan bersama. Aku dan tim penelitian KSM Eka Prasetya UI memang berencana untuk mengikuti kompetisi the 7th Conference of Indonesian Student Association in Korea (CISAK). Singkat cerita, dengan usaha yang kami lakukan untuk menghasilkan sebuah paper dengan judul "Descriptive Study of Nursing Student Attitude Towards Maggot Therapy Application for Diabetic Ulcer" telah mengantarkan kami ke Korea Selatan untuk melakukan oral presentation hasil penelitian kami yang sederhana.

Kami, satu tim terdiri dari lima orang. Namun, hanya tiga orang yang bisa berangkat Conference, yaitu Aku, Lili, dan Chika. Kami bertiga berusaha mengurusi administrasi-administrasi untuk keperluan visa dan mencari pendanaan untuk berangkat. Ya, conference ini tidak fully funded, sehingga kami perlu "berjuang" lagi. Alhamdulillah mendapatkan dana dari fakultas, universitas, dan perusahaan PT. Bukit Asam sehingga kami bisa berangkat tanggal 22 Agustus 2014. :)


Pre Departure, 22 Agustus 2014

Waktu keberangkatan kami, yaitu pukul 19.50 dengan berbekal uang korea 122.000 KRW atau senilai dengan Rp 1.500.000 dengan kondisi nilai tukar rupiah ke won saat itu 11,7 (di Money Changer). Sejujurnya, Aku sedikit ragu dengan bekal uang sejumlah itu untuk tiga hari di Korea. Aku hanya bisa meyakinkan diri sendiri bahwa uang itu harus cukup.

Bandar Udara Soekarno Hatta. Fyuh~ Sudah sejak satu tahun yang lalu Aku menginjakkan kaki dan Aku kembali lagi. Semoga saja Aku masih bisa kembali lagi untuk kegiatan-kegiatan bermanfaat lainnya. *Aamiin* Sore hari itu di bandara terasa begitu menyenangkan. Ya, sudah tidak sabar untuk masuk ke maskapai Air Asia bertolak ke Malaysia dahulu, kemudian melanjutkan perjalanan ke Seoul Int'l Airport. Perasaanku saat itu antara percaya dan tidak percaya. :')

Suasana Bandara

Bahasa asing mulai terasa ketika di Bandara Kuala Lumpur kala itu. Terdengar dan masih terngiang suara anak kecil mengatakan "Appa...." dengan khas sekali seperti yang ada di drama korea. Rupa orang-orang sudah mulai berbeda dengan rupa orang Indonesia. Mayoritas bermata sipit, putih, dan tinggi. Wajahnya setipe dengan pemeran drama yang ada di Korea. Ya, tidak ada bedanya. Hanya ada perbedaan "lebih tampan atau lebih cantik" sedikit. Berbeda dengan halnya orang Indonesia yang memiliki rupa wajah yang berbeda satu sama lain. Sangat berbeda, tetapi kita punya Bhinneka Tunggal Ika. ;)

Perjalanan yang sangat panjang dari Kuala Lumpur Airport menuju Seoul Int'l Airport. Ya, memakan waktu sekitar 6 jam. Hal yang lucu terjadi denganku dan Lili. Kami berdua duduk disamping dengan orang Asing bernama Mr. Stuart. Dia seorang Art Lecturer di salah satu universitas di Korea. Pada saat itu, Lili membawa buku saku bahasa Korea-Indonesia. Lalu, ada pramugari yang membawa trolly makanan dan minuman. Karena haus, akhirnya kami membeli satu botol air minum 500mL untuk berdua seharga 2000 KRW alias Rp 20.000 kalau di konversi. :(

"Miss. mineral water, please", ucap Lili

"Ok. two thousands won"

"Arasso", ucapku dan Lili dengan nada seperti yang ada di drama korea

Tiba-tiba, Bule itu menertawakan kami -_-

"Hey, Sir. What's wrong?"

Lalu dia hanya diam tertawa kecil. Hmmmmm..... 

*ternyata, kata "Arasso" itu kalimat tidak sopan. Kata yang sopan di bahasa Korea biasanya menggunakan kata "yo" dan "nida" di belakang kata, seperti "Kamsahamnida", "Arasso-yo", etc*

But, nice try! Haha..

23 Agustus 2014

Yeay! sekitar jam 9 pagi kami tiba di Seoul Int'l Airport! ;)
Tidak disangka, kami bertemu dengan teman dari IPB yg akan hadir di acara CISAK juga. Jadi, kami bertambah kawan. :)
Tidak hanya itu, kami disambut oleh Bapak Kedubes RI di Korea. Sebenarnya bukan sengaja disambut, tapi memang beliau sering di sana. lol :-D

Keluar bandara, *menghirup udara Korea*
At first, masih belum terasa kalau sudah di Korea. Heuheu..

Hey! Acara CISAK ini sebenarnya dimulai dari tanggal 23 Agustus - 24 Agustus. Hari pertama merupakan Trip Day ke beberapa tempat hiburan Daejeon dan hari kedua merupakan hari conference. So, sesampainya kami di Seoul, kami harus segera menuju Daejeon, tepatnya di University of Science and Technology untuk berangkat trip bersama jam 1 siang. So, kami harus segera bergegas naik bus menuju Daejeon.. Disinilah, perjalanan kami di Korea akan segera dimulai...

(to be continued)

Tidak pernah Aku bayangkan sebelumnya untuk menjejakkan kaki di tanah asing (lagi). Bukan karena Aku hebat, tetapi karena rezeki ini datang kepadaku dengan maksud tertentu (pastinya), yang belum Aku tahu secara pasti. Apapun yang terjadi, just do my best! :)



Rabu, 19 November 2014

Sobat Bumi, Bukan Sekadar Beasiswa Biasa

Dilihat dari judul mungkin akan terkesan promosi, tetapi postingan ini bukan untuk itu, melainkan ingin mencurahkan isi hati dan ungkapan rasa syukur. Hehe..

Yap, Alhamdulillah masih di beri rezeki beasiswa oleh Yang Kuasa di semester lima alias tahun ketiga. Sebenarnya, mendapatkan beasiswa adalah salah satu dari impian yang saya tulis sebelum menduduki bangku perkuliahan. Setelah penantian selama tiga tahun, impian itu baru terwujud. Saya jadi teringat sebuah quote yang pernah saya temukan di salah satu media sosial, bunyinya seperti ini.

Tuliskan mimpimu dengan pensil dan berikan penghapusnya kepada Allah. Izinkan Dia menghapus bagian yang salah dan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih indah - Ismail Suwardi Wekke

Saya sudah memiliki planning untuk mendapatkan beasiswa sedari awal semester pertama. Beasiswa memang banyak tersedia, hanya saja yang sesuai dengan kriteria saya hanya beberapa saja. Pertama kali apply beasiswa, yaitu PPA. Saya tidak lolos. Kedua kalinya di semester ketiga, saya daftar PPA kembali. Untuk kedua kalinya saya di tolak. Kemudian, pada saat liburan semeseter keempat akalu saya tidak salah ingat, tersedia dua beasiswa yang bisa saya apply. Namun, mengingat prinsip bahwa "Saya akan mengambil rezeki orang lain", kalau saya diterima di kedua beasiswa tersebut seandainya saya mendaftar keduanya dan saya lolos. Jadi, diputuskan untuk memilih salah satunya. Sebagai manusia biasa, saya sangat tergoda untuk apply keduanya. Namun, pada akhirnya saya memantapkan dan memilihi satu, yaitu Tanoto Foundation. Hasilnya? Gagal! Gagal untuk ketiga kalinya. Menyerah? Tidak! Saya tidak mau menyesal seperti apa yang telah di-ilustrasikan oleh gambar berikut.
Ilustrasi Pantang Menyerah pada Suatu Keadaan
Hingga pada liburan semester menjelang semester lima, saya mendapatkan informasi tentang beasiswa sobat bumi dari senior saya yang memang penerima beasiswa tersebut. Alhasil, saya mencoba untuk daftar. Syaratnya hampir sama dengan beasiswa yang lainnya. Hanya saja ada satu syarat yang berbeda, yaitu surat rekomendasi dari tokoh masyarakat atau pegiat lingkungan. Karena beasiswa Sobat Bumi ini concern sekali terhadap isu lingkungan. Zonk! Di rumah, saya hanya numpang tidur dan makan. Tidak ada kegiatan lingkungan dan tidak kenal juga tokoh lingkungan sekitar. Rasanya buntu dengan syarat itu. Di tengah rasa buntu dan duedate yang semakin dekat, secara tidak sengaja saya bertemu dengan senior saya tersebut. Kemudian saya menceritakan kendala yang saya alami. Hingga mencapai suatu kesimpulan kalau saya bisa mendapatkan surat rekomendasi tersebut dari salah seorang perawat yang saya cukup kenal ketika saya melakukan kegiatan sosial, Workcamp LCC.

Sesegera mungkin, saya kontak beliau untuk mengisi form surat rekomendasi. Ya, beliau adalah seorang perawat. Kalau kata senior saya, tidak apa bukan pegiat lingkungan. Berhubung background studi saya keperawatan, jadi masih nyambunglah. Dengan berbekal keyakinan, akhirnya saya coba. Alhamdulillah beliau bersedia mengisi. Tapi, ada satu kendala lagi, yaitu TANDA TANGAN! If you know, beliau adalah seorang perawat di RS Jepara. Bagaimana saya bisa mendapatkan tanda tangan beliau? Akhirnya saya meminta agar beliau tanda tangan di kertas kemudian di foto dan dikirim ke saya. Pada hari terakhir pengumpulan berkas, saya belum mendapatkan tanda tangan beliau. Hingga akhirnya saya nekat untuk mengumpulkan surat rekomendasi tersebut TANPA TANDA TANGAN, meskipun senior saya berkata kalau harus banget ada.

Satu hari melewati duedate pengumpulan berkas, beliau baru mengirimkan tanda tangannya. Alhamdulillah sekali, ternyata ada perpanjangan waktu pengumpulan berkas. Jadi, saya memutuskan untuk mengirimkan kembali. Hingga saya mendapat pengumuman kalau saya lolos tahap pertama. Yeay!! Rasanya senang sekali. Namun, masih ada tahap lain yang harus saya lewati, yaitu focus group discussion dan wawancara. Bismillah!

20 Peserta Terpilih ;')

Pada saat hari dimana focus group discussion, ada insiden yang membuat saya harus 'berjuang lebih keras lagi'. Saya tidak mendapatkan informasi bahwa harus membawa berkas hardcopy empat rangkap. Sedangkan saya hanya membawa satu rangkap saja. Dalam waktu satu jam, saya harus sudah membawa tiga rangkap lainnya. Dengan segera saya berlari ke Pondok Cina. Dua tempat tujuan, yaitu tempat fotocopy dan print foto dengan sisa uang sejumlah Rp 15.000. Begitu banyak lembaran yang harus saya fotocopy, membuat kocek yang saya punya tidak mencukupinya :-( . Beruntungnya lagi, abang fotocopy berbaik hati untuk saya melunaskan sisanya esok hari. Fyuh~
Rasanya luar biasa. Saya semakin optimis dengan keadaan yang saya alami pada saat itu.

Tiba saatnya wawancara. Ini bukan kali pertama saya menghadapi situasi wawancara. Tapi ini adalah kali pertama saya wawancara untuk beasiswa, dihadapan EMPAT INTERVIEWER sekaligus. Keempat orang tersebut adalah dari pihak universitas, pertamina, pertamina foundation, serta penerima sobat bumi sebelumnya. Rasanya campur aduk dan sangat mendebarkan. Menjelang wawancara, saya mencoba untuk menyatu dengan alam *ciah*, minta doa dan dukungan dari pohon dan tanaman sekitar DRPM (lokasi wawancara) *ini saya sungguhan, bukan bercanda*. Karena sesungguhnya kekuatan alam memiliki energi yang luar biasa. Istilah kerennya sih 'Mestakung' atau Semesta Mendukung. hehehe...

Begitu baiknya panitia seleksi beasiswa ini, memberikan snack ringan kepada peserta wawancara. Dengan sangat isengnya saya mencorat-coret kardus snack dengan ucapan "selamat telah diterima menjadi penerima beasiswa". Haha.. Ini bukan hanya sekadar iseng belaka, tetapi bagian dari afirmasi positif loh! Singkat cerita, Alhamdulillah tulisan yang saya tulis di kardus snack itu sungguhan terwujud! :')

Goresan Afirmasi Positif :')

Saya belajar tentang keyakinan, perjuangan, dan dukungan alam semesta. Saya bersyukur bisa diterima menjadi penerima beasiswa ini karena saya dapat berbagi manfaat untuk banyak orang di bidang lingkungan. Jejak perjalanan hidup saya akan menjadi lebih berwarna karena menemukan dan berkecimpung di dunia yang baru. Welcome to the Jungle! Yeay! Tanggal 1 - 5 Desember nanti, saya akan menghadiri Gathering Nasional Sobat Bumi Scholars. It means, saya akan bertemu dengan seluruh penerima beasiswa Sobat Bumi Se-Indonesia, dari Sabang hingga Merauke di Trawas, Surabaya. Nantikan ceritera berikutnya! ;)
Cooming Soon!





Sabtu, 08 November 2014

Baguan Village, China

Hai, readers! Jumpa lagi dengan jejak perjalanan saya.. :-D

Postingan sebelumnya, saya bercerita tentang kegiatan Annual General Meeting di China. Nah, kali ini saya akan bercerita tentang satu desa koloni orang yang pernah mengalami kusta di China. Jadi, cerita ini merupakan lanjutan ceritera dari yang sebelumnya. Satu minggu saya berada di China, terbagi menjadi 4 hari dengan event AGM dan 3 hari dengan event Home Visit di Baguan Village.

Sebagai introduction, Joy In Action, Organisasi Kusta di China sudah memiliki 8 district atau 8 daerah perluasan untuk melakukan Workcamp. Workcamp adalah kegiatan sosial dengan tinggal bersama orang-orang yang pernah mengalami kusta di suatu koloni kusta. Kegiatannya bermacam-macam, diantaranya adalah work, home visit, lomba-lomba, dan sebagainya. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menghapus jarak antara orang sehat dan sakit, mengurangi stigma diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta. 

Pasca AGM, setelah check out dari hotel, saya, Kak Detia, dan Kak Isti kembali melanjutkan perjalanan & petualangan kami di negeri bamboo ini. Nah, kemudian kami bersama beberapa teman-teman volunteer China yang lain akan berkunjung ke salah satu districtnya JIA, yaitu Nanning. Nama desa koloninya adalah Baguan. Lokasi Desa Baguan ini sangat terpencil, berada di dalam pedesaaan China, diantara gunung-gunung kapur putih yang besar dan kebun-kebun. Menurut saya, lokasi Desa Baguan ini lebih pelosok dibandingkan Desa Banyumanis di Jepara yang juga merupakan salah satu desa koloni kusta di Indonesia.

Setelah check out dari hotel, Saya, Kak Detia, dan Kak Isti beserta beberapa volunteer China lain menuju kantor sekretariat JIA di Nanning. Kami pergi dengan menggunakan taksi. Tidak ada yang spesial sih dalam perjalanan menuju sekretariat JIA ini. Tapi, ada kejadian spesial ketika kami, volunteer LCC Indonesia, volunteer Vietnam, dan seorang volunteer China berniat untuk mencari makan siang. Kami mencari makanan yang halal karena ada kami bertiga yang tidak bisa konsumsi makanan tertentu. Kami melewati pasar tradisional pasar dan mencicipi makanan halal di China. Sayuran di China berukuran jumbo jika dibandingkan dengan di Indonesia. Makanan paling mudah dijangkau memang di negara sendiri. :(


penjual sedang membuat mie 

Berbicara orang yang pernah mengalami kusta, ya diskriminasi adalah kata yang sangat dekat dengan mereka. Menghela napas, ketika saya berada dalam perjalanan menuju desa koloni kusta di Nanning, China. Perjalanan yang sangat panjang harus di tempuh. Kira-kira sekitar 6 jam baru bisa tiba di sana.

Gambaran perjalanan kami menuju desa koloni kusta di Nanning

Kami sudah hampir sampai dengan desa Baguan, salah satu desa koloni kusta. Saat itu, suasana sudah hampir gelap dan mendung. Saat itu, saya merasa bahwa saya sedang terdampar di suatu daerah terpencil dimana jarang sekali orang melewati daerah tersebut. Satu kata, sepi. Untuk sampai di desanya, kami harus menyusuri jalan panjang diantara kebun-kebun tebu yang cukup tinggi (melebihi tinggi badanku -_-). Suasanan semakin gelap, diiringi gemuruh sesekali. Tanah yang kami pijak adalah tanah merah, sudah basah oleh rintik-rintik air hujan. Ya, pengalaman pertama sekali saya berada pada kondisi separah itu. Setelah berjalan kaki sekitar 15 menit, akhirnya kami sampai. Fiuh...

Tahukah kalian? sesampainya kami disana, GELAP. Gelap sekali, tanpa pencahayaan sedikit pun, hanya ada cahaya kecil yang bersumber dari handphone kami semua. Kemudian kami mencuci kaki, karena kaki kami sudah berlumuran dengan tanah merah. Usut punya usut, di desa ini sudah mati listrik sejak 2 hari yang lalu. Ah iya! Di desa ini hanya ada 4 baris rumah yang berjajar. Setiap baris ada 5 rumah yang berdampingan, dimana masing-masing rumah dihuni oleh orang yang pernah mengalami kusta berusia diatas 50-60 tahun.

                                            Gambar kiri: pemandangan sekeliling desa. Gambar kanan: Pemukiman Warga

Setelah kami mencuci kaki, salah satu dari kami (Chinese) masuk ke salah satu kamar warga dan membawa lilin kemudian mengantarkan kami ke satu kamar yang kosong untuk kami bermalam disana selama 3 hari 2 malam. Setiap langkah yang saya tapakkan, saya melihat sekeliling dengan sedikit rasa khawatir. Saya agak terkejut dengan suara anjing yang menggongong di sana. Tidak hanya itu, suara gemuruh menjadi semakin sering dan hujan menjadi lebih deras. Disusul ada suara ledakan seperti petir yang menyambar ke lantai dimana kami berpijak, terlihat garis putih menyambar dibawah kaki saya. Seketika rasa panik memuncak. Ya, itulah perasaan dan kondisi ketika saya pertama kali sampai di sana. Masih teringat jelas hingga kini.

Peristiwa yang mencengangkan telah berlalu, kemudian kami bersama-sama diajak mengunjungi salah satu warga disana untuk makan malam dan mengobrol. Warga desa berbicara dengan bahasa China yang tidak saya mengerti artinya apa. Saya hanya bisa senyum saja. Beruntungnya kami, Indonesian campers, ada yang bersedia untuk menerjemahkannya kedalam bahasa Inggris. Kesan pertama saat itu adalah kekeluargaan dan penerimaan yang luar biasa ramah. Kami berbeda budaya, berbeda agama, tidak mengerti bahasa satu sama lain, tapi kami diterima dengan ramah sekali. Hanya hati yang bisa bermain ketika bahasa verbal tidak bisa dimengerti.. :') 

Gambar kiri: suasana makan malam pertama bersama warga. Gambar kanan: tempat tidur selama di desa

Hari-hari kami lalui dengan mengobrol dengan warga, makan bersama, dan mengikuti aktivitas warga dengan bersama-sama. Saya terharu ketika salah seorang warga (wanita lansia) mengatakan kalau meskipun kita berbeda bangsa, tetapi kita sesama manusia yang harus saling menyayangi, dan jangan pernah melupakan mereka (orang yang pernah mengalami kusta). Ada lagi, karena mereka diberitahu kalau kami, Indonesian campers tidak bisa makan babi, mereka rela untuk menyembelih ayamnya untuk kami makan. Saya belajar bahwa perbedaan bukan menjadi suatu tabir dalam membangun persaudaraan.

Pekerjaan mereka disana panen kelengkeng, menjual hewan ternak (ayam), dan kelengkeng kering. Ohiya, satu hal yang menarik, saya menonton film Sun gokong asli di sana. Hahaha :'D
Hal yang membuat saya senang lagi adalah saya bisa melihat bintang-bintang bertaburan dengan jelas sekali. Lihat rasi scorpio dan crux disana dengan posisi lintang yang berbeda dari Indonesia. :')

Gambar kanan: makan bersama warga. Gambar kiri: kelengkeng kering

Hari terakhir, kami bepamitan kepada warga untuk pulang. Ada peristiwa yang menyedihkan. Salah satu kakek disana mengantar kami sampai jalan raya. Beliau melambaikan tangannya hingga mobil yang kami tumpangi hilang dari pandangan. Rasanya sedih.. Entahlah... Semoga kalian semua sehat selalu. Senang bisa bertemu kalian semua di tempat yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. kalian memberikan saya perlajaran hidup yang berarti. Xie-Xie!
Cuaca Cerah Mengantar Kami Pulang dari Desa Baguan

Pulangnya kami dari desa Baguan, waktunya kami (Indonesian campers) juga pulang menuju tanah air tercinta. Dari Nanning, kami harus kembali ke Ghuangzou untuk smapai di bandara. Kami menggunakan kereta eksklusif dengan bed dalam menuju destinasi akhir karena lama perjalanan seperti dari Jakarta menuju Surabaya. Ini pengalaman pertama saya menumpangi kereta macam seperti ini. Rasanya konyol sekali saat itu. haha..

Sesampainya di Ghuangzou, kami di guide oleh seorang Chinese, bernama Mumu. Dia yang menemani kami makan siang dan mengantarkan kami sampai bandara. Xie-Xie, Mumu!
Itulah jejak perjalanan hidup saya ketika di desa Baguan, China. sampai jumpa di perjalanan berikutnya, Goes to Seoul! ;-)

Suasana Kereta Ekslusif Bed, Nanning-Ghuangzou