Masih segar dalam pikiran saya tentang bullying, hari ini. Ya, baru saja hari ini. Hal ini pulalah yang menghidupkan jemari saya untuk membuat sebuah tulisan, setelah sekian lama (2 bulan) tidak menulis lagi. Adalah keputusan yang mungkin saja tepat, untuk membantu teman saya, Safira :3 dalam kegiatan edukasi tentang bullying di salah satu SMA swasta di Jakarta, sebut saja SMA X. Berhubung memang belum ada agenda apapun ketika memutuskan hal itu.
Bersama 4 orang lainnya, kami memberikan edukasi mengenai bullying di sekolah kepada anak kelas X dalam rangka Masa Orientasi Sekolah (MOS). Sebenarnya, saya sih hanya bantu-bantu dikit hihi..Tapi ilmunya yang didapat itu luar biasa. Karena perolehan ilmu tersebut membuat saya jadi semangat untuk membuat tulisan ini.
Sepanjang saya menikmati kegiatan ini, justru saya dibuat untuk mengingat masa-masa lampau alias ketika masih SMP dan SMA. Saya malah jadi refleksi terhadap diri sendiri dan orang lain. Namun karena faktor pikun atau bisa jadi mungkin dulu saya kurang peka -_-" atau bisa jadi karena faktor kurang pengetahuan, sehingga tidak banyak kejadian bullying yang bisa saya ingat ketika sekolah masa itu. Eits, namun saya ingat sekali satu kejadian pada masa SMP, ketika saya kelas 7 (11 tahun yang lalu, lho). Bukan saya yang di bully. Tetapi, teman saya. Teman saya di labrak sama kakak kelas, karena masalah cinta. Jadi, cowo yang ditaksir kakak kelas saya mendekati teman saya. Nah, semakin kusust akhirnya terjadilah labrak-melabrak. Itu yang saya ingat. Hanya saja saya lupa bagaimana masalah tersebut dapat selesai. Satu hal, kejadian itu tidak dilaporkan kepada pihak guru.
Ternyata, beberapa tahun belakangan ini, kasus bullying sudah sampai pada media massa. Ibu guru di SMA X tadi bercerita dengan semangatnya tentang beberapa kasus bullying yang dampaknya sudah terlihat jelas. Ada seorang anak sekolah yang memiliki seorang ayah dengan pekerjaan sebagai tukang Bubur. Di sekolah, dia sering sekali di-ejek oleh teman-temannya sebagai "anak tukang bubur". Ternyata, hal itu melukai/menyinggung perasaan anak tersebut. Ending dari kasus ini adalah, terjadi bunuh diri. Dan masiiiih banyak sekali kasus bullying yang mungkin saja tidak ter-blow-up karena satu dan lain hal dari pihak korban.
Saya sudah menceritakan dua kasus bullying di sekolah. Jadi, ya begitulah penggambaran makna bullying. Secara teoritis, bullying diartikan sebagai
Adapula seorang teoretikus yang mengatakan bahwa
Keduanya menyepakati bahwa tindakan bullying dicirikan sebagai suatu aksi yang dilakukan secara sadar dan berulang kali. Ada satu hal lagi yang saya pahami hari ini dari pembicara tadi, bahwa bullying terjadi ketika orang yang dibully merasa sakit hati. Kalau misalkan di ejek atau diledek tetapi orang yang bersangkutan merasa tidak sakit hati, itu berarti bukan bullying.
Ternyata, perilaku bullying ini ada beragam macamnya. Kalau berdasarkan teori sih ada tiga, yaitu fisik, psikologis, dan verbal. Kalau bentuk fisik, seperti menampar, menimpuk, menjegal, memalak, melempar dengan barang, dsb). Jika bentuk verbal, bentuknya adalah memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dsb. Sedangkan psikologis, yaitu memandang sinis, mengancam, mendiamkan, mengucilkan) (Yayasan Sejiwa, 2008 dalam Adilla, 2009). Ah ya, ada satu lagi, yaitu cyberbullying, tindakan bullying yang dilakukan melalui media internet, dan teknologi informasi seperti handphone. Contohnya? Meme yang menggunakan wajah orang tanpa ijin dan hal tersebut melukai hati orang yang bersangkutan. Atau mencemooh orang lain di media sosial seperti facebook, instagram, twitter, dsb.
Saya simak materi tadi, ternyata setiap kita yang melihat, mengenal, menyaksikan, atau mengetahui perilaku bullying ini juga memiliki peran. Ada 7 jenis orang yang terlibat dalam tindakan bullying. Siapa saja mereka? Pelaku (orang yang melakukan bullying), followers (pengikut pelaku, misal anggota geng), supporters (orang yang diluar geng, tetapi ikut mendukung, menyemangati, dan menyoraki), Bystanders (orang yang sebenarnya juga ingin membully, tetapi pasif, diam saja), possible defenders (orang yang benci dengan bullying tapi tidak melakukan apapun untuk membantu korban), defenders (orang yang membantu si korban). Berarti, dulu saya termasuk ke dalam orang yang juga punya andil dalam kasus bullying. Dan, termasuk ke dalam possible defenders. Kalau kamu? *jawab sendiri*
Bagi korban, dampak yang dirasakan sangat banyak. Ada aspek psikologis, sosial, akademis, dan kesehatan. Anak dapat menjadi depresi, cemas, merasa rendah diri, antisosial, menyendiri, malas berangkat sekolah dan berakibat pada penurunan nilai akademis, dan hingga yang fatal adalah keinginan untuk bunuh diri. Atau bahkan ini bisa menjadi mata rantai untuk membentuk 'pelaku' yang baru akibat pengalamannya sebagai korban.
Apa yang dapat dilakukan korban ketika di bully? Ada tiga. Pertama, pasif. Kedua, Agresif. Ketiga, Asertif. Pasif, artinya korban diam saja ketika di bully, tidak melakukan pertahanan apapun. Agresif, artinya korban melakukan perlawanan yang negatif, dapat menimbulkan pertengakaran. Seperti api dibalas dengan api. Asertif, yaitu korban berterus terang kepada pelaku bahwa ia tidak menyukai perlakuan tersebut dengan cara yang tidak agresif. Cara terbaik? Tentu saja asertif. Yang terbaik memiliki tantangan yang lebih besar, tentu saja. Untuk asertif, seseorang dituntun untuk berani. Berani mengungkapkan pendapatnya dengan baik. Mayoritas, banyak yang melakukan dengan cara pasif (cara paling aman secara fisik). Ketiganya adalah cara yang dilakukan oleh korban itu sendiri.
Saya jadi teringat film Kungfu Kid. Pertama kali saya menonton film itu, fokus saya adalah bagaimana seorang anak (Drey) tidak putus asa bahkan ketika dia dalam keadaan terpuruk. Hari ini saya teringat kembali pada film itu dengan perspektif lain, yaitu kasus bullying. Kalau saya ingat kembali, Drey mengalami bullying di sekolah barunya. Bullying fisik dan psikologis. Dia melakukan ketiga cara menghadapi pelaku, yaitu pasif, agresif, dan asertif. Silakan disimak lagi filmnya atau silakan nonton filmnya :'D
Masalah bullying ini adalah masalah yang sangat kompleks. Sebenarnya banyak sekali orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah ini, seperti keterlibatan guru, orang tua, dan teman-teman di lingkungan sekolah, dan bahkan pemerintah juga turut andil. Bahkan, komunitas-komunitas juga sudah ada yang bergerak untuk berusaha memecahkan masalah ini dengan memberikan penyuluhan atau edukasi mengenai bullying di sekolah, seperti yang dilakukan oleh Sejiwa Foundation. Contoh nyatanya adalah guru di SMA X ini. Saya sangat salut kepada beliau yang begitu concern dalam kasus ini. Sudah 4 tahun berturut-turut bekerja sama dengan Sejiwa Foundation untuk menanamkan pemahaman mengenai bullying kepada murid-muridnya. Menurut saya, ini sangat baik sekali.
Pada intinya, kasus bullying ini masih menjadi PR. Kasus ini adalah kasus klasik, sudah terjadi lamaaaa sekali dan hingga mengakar di sekolah-sekolah. Bagi korban, tindakan bullying sudah membekas dalam hidupnya. Bisa saja dia memaafkan, tetapi jika hati sudah terluka, luka itu masih memiliki bekasnya. Oleh karena itu, sebaiknya kita berhati-hati dalam berucap dan bertindak, apalagi ucapan dan tindakan yang negatif. Dan yang penting adalah setiap kita memiliki peran dalam kasus bullying. Kalau kata Andrew Youn (Founder One Acre Fund),
So, STOP BULLYING!
Sumber:
https://www.stopbullying.gov/what-is-bullying/definition/index.html
Adilla, Nissa. Pengaruh Kontro Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia, I(5), 56-66.
Ternyata, beberapa tahun belakangan ini, kasus bullying sudah sampai pada media massa. Ibu guru di SMA X tadi bercerita dengan semangatnya tentang beberapa kasus bullying yang dampaknya sudah terlihat jelas. Ada seorang anak sekolah yang memiliki seorang ayah dengan pekerjaan sebagai tukang Bubur. Di sekolah, dia sering sekali di-ejek oleh teman-temannya sebagai "anak tukang bubur". Ternyata, hal itu melukai/menyinggung perasaan anak tersebut. Ending dari kasus ini adalah, terjadi bunuh diri. Dan masiiiih banyak sekali kasus bullying yang mungkin saja tidak ter-blow-up karena satu dan lain hal dari pihak korban.
Saya sudah menceritakan dua kasus bullying di sekolah. Jadi, ya begitulah penggambaran makna bullying. Secara teoritis, bullying diartikan sebagai
unwanted, aggressive behavior among school aged children that involves a real or perceived power imbalance. The behavior is repeated, or has the potential to be repeated, over time. Both kids who are bullied and who bully others may have serious lasting problems. (Stopbullying.gov)
Adapula seorang teoretikus yang mengatakan bahwa
Bullying merupakan aktivtas sadar, disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menanamkan ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror yang didasari oleh ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk mencederai, teror, yang dapat terjadi jika penindasan meningkat tanpa henti (Coloroso, 2007 dalam Adilla, 2009)
Keduanya menyepakati bahwa tindakan bullying dicirikan sebagai suatu aksi yang dilakukan secara sadar dan berulang kali. Ada satu hal lagi yang saya pahami hari ini dari pembicara tadi, bahwa bullying terjadi ketika orang yang dibully merasa sakit hati. Kalau misalkan di ejek atau diledek tetapi orang yang bersangkutan merasa tidak sakit hati, itu berarti bukan bullying.
Ternyata, perilaku bullying ini ada beragam macamnya. Kalau berdasarkan teori sih ada tiga, yaitu fisik, psikologis, dan verbal. Kalau bentuk fisik, seperti menampar, menimpuk, menjegal, memalak, melempar dengan barang, dsb). Jika bentuk verbal, bentuknya adalah memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dsb. Sedangkan psikologis, yaitu memandang sinis, mengancam, mendiamkan, mengucilkan) (Yayasan Sejiwa, 2008 dalam Adilla, 2009). Ah ya, ada satu lagi, yaitu cyberbullying, tindakan bullying yang dilakukan melalui media internet, dan teknologi informasi seperti handphone. Contohnya? Meme yang menggunakan wajah orang tanpa ijin dan hal tersebut melukai hati orang yang bersangkutan. Atau mencemooh orang lain di media sosial seperti facebook, instagram, twitter, dsb.
Saya simak materi tadi, ternyata setiap kita yang melihat, mengenal, menyaksikan, atau mengetahui perilaku bullying ini juga memiliki peran. Ada 7 jenis orang yang terlibat dalam tindakan bullying. Siapa saja mereka? Pelaku (orang yang melakukan bullying), followers (pengikut pelaku, misal anggota geng), supporters (orang yang diluar geng, tetapi ikut mendukung, menyemangati, dan menyoraki), Bystanders (orang yang sebenarnya juga ingin membully, tetapi pasif, diam saja), possible defenders (orang yang benci dengan bullying tapi tidak melakukan apapun untuk membantu korban), defenders (orang yang membantu si korban). Berarti, dulu saya termasuk ke dalam orang yang juga punya andil dalam kasus bullying. Dan, termasuk ke dalam possible defenders. Kalau kamu? *jawab sendiri*
Bagi korban, dampak yang dirasakan sangat banyak. Ada aspek psikologis, sosial, akademis, dan kesehatan. Anak dapat menjadi depresi, cemas, merasa rendah diri, antisosial, menyendiri, malas berangkat sekolah dan berakibat pada penurunan nilai akademis, dan hingga yang fatal adalah keinginan untuk bunuh diri. Atau bahkan ini bisa menjadi mata rantai untuk membentuk 'pelaku' yang baru akibat pengalamannya sebagai korban.
Apa yang dapat dilakukan korban ketika di bully? Ada tiga. Pertama, pasif. Kedua, Agresif. Ketiga, Asertif. Pasif, artinya korban diam saja ketika di bully, tidak melakukan pertahanan apapun. Agresif, artinya korban melakukan perlawanan yang negatif, dapat menimbulkan pertengakaran. Seperti api dibalas dengan api. Asertif, yaitu korban berterus terang kepada pelaku bahwa ia tidak menyukai perlakuan tersebut dengan cara yang tidak agresif. Cara terbaik? Tentu saja asertif. Yang terbaik memiliki tantangan yang lebih besar, tentu saja. Untuk asertif, seseorang dituntun untuk berani. Berani mengungkapkan pendapatnya dengan baik. Mayoritas, banyak yang melakukan dengan cara pasif (cara paling aman secara fisik). Ketiganya adalah cara yang dilakukan oleh korban itu sendiri.
Saya jadi teringat film Kungfu Kid. Pertama kali saya menonton film itu, fokus saya adalah bagaimana seorang anak (Drey) tidak putus asa bahkan ketika dia dalam keadaan terpuruk. Hari ini saya teringat kembali pada film itu dengan perspektif lain, yaitu kasus bullying. Kalau saya ingat kembali, Drey mengalami bullying di sekolah barunya. Bullying fisik dan psikologis. Dia melakukan ketiga cara menghadapi pelaku, yaitu pasif, agresif, dan asertif. Silakan disimak lagi filmnya atau silakan nonton filmnya :'D
Masalah bullying ini adalah masalah yang sangat kompleks. Sebenarnya banyak sekali orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah ini, seperti keterlibatan guru, orang tua, dan teman-teman di lingkungan sekolah, dan bahkan pemerintah juga turut andil. Bahkan, komunitas-komunitas juga sudah ada yang bergerak untuk berusaha memecahkan masalah ini dengan memberikan penyuluhan atau edukasi mengenai bullying di sekolah, seperti yang dilakukan oleh Sejiwa Foundation. Contoh nyatanya adalah guru di SMA X ini. Saya sangat salut kepada beliau yang begitu concern dalam kasus ini. Sudah 4 tahun berturut-turut bekerja sama dengan Sejiwa Foundation untuk menanamkan pemahaman mengenai bullying kepada murid-muridnya. Menurut saya, ini sangat baik sekali.
Pada intinya, kasus bullying ini masih menjadi PR. Kasus ini adalah kasus klasik, sudah terjadi lamaaaa sekali dan hingga mengakar di sekolah-sekolah. Bagi korban, tindakan bullying sudah membekas dalam hidupnya. Bisa saja dia memaafkan, tetapi jika hati sudah terluka, luka itu masih memiliki bekasnya. Oleh karena itu, sebaiknya kita berhati-hati dalam berucap dan bertindak, apalagi ucapan dan tindakan yang negatif. Dan yang penting adalah setiap kita memiliki peran dalam kasus bullying. Kalau kata Andrew Youn (Founder One Acre Fund),
If we have the will, everyone of us has a role to play.
So, STOP BULLYING!
Sumber:
https://www.stopbullying.gov/what-is-bullying/definition/index.html
Adilla, Nissa. Pengaruh Kontro Sosial terhadap Perilaku Bullying Pelajar di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Kriminologi Indonesia, I(5), 56-66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yuk, berikan komentarmu! :D No spam comment yaaaaa..