Perjalanan pulang pada malam kali ini membuatku resah.
Keresahan yang membawa hatiku bergelora untuk tergerak membuat tulisan ini.
Dalam perjalanan menuju rumah,
kudapati suara sirine semakin jelas terdengar. Dari radius entah berapa km,
sayup-sayup suara sirine itu mulai berpadu dengan suara music dari handsfree di
telingaku. Sumber suara sirine bagiku antara dua hal, yaitu ambulan atau
polisi. Karena aku berkendara sepeda motor bersama ayahku, maka laju kami lebih
cepat dibandingkan mobil-mobil yang sudah memadati jalan di sebelah kanan. Ya,
teman-teman pasti tahu ruang sepeda motor di jalan raya. Tentu saja di bagian paling
kiri dari ruang jalan raya, dan cukup minimalis bila kemacetan terjadi. Hanya beberapa
pengendara saja yang melalui ruang tengah jalan raya.
Kami melaju terus tanpa hambatan
berarti diikuti dengan suara sirine yang intensitasnya semakin kuat dan besar
diterima oleh telingaku. Ternyata, sumber suara tersebut adalah sirine ambulan sebuah
rumah sakit di Cibubur. Sirine itu nyaring terdengar, dan aku yakin sekali semua
orang yang berada dekat dengan ambulan tersebut mendengarnya, kecuali yang
memiliki gangguan pendengaran. Pun semua pengendara kendaraan bermotor
mayoritas memiliki fungsi pendengaran yang baik. Kondisi jalan raya dalam
keadaan yang cukup padat namun masih
memungkinkan untuk bergerak maju sejauh 2-3 m dengan rentang waktu yang tidak lama.
Bagaimana dengan nasib ambulan tadi? Teman-teman mungkin dapat menebaknya.
Tentu saja ambulan tersebut bernasib sama dengan mobil-mobil lainnya. Padahal,
kita tahu bahwa ada nilai prioritas di sana ketika sirine ambulan berbunyi. Ada
keadaan mendesak. Darurat, menyangkut kesehatan manusia, kebutuhan dasar yang
vital, dapat pula menyangkut nyawa.
Melihat kondisi tersebut, sontak
aku teringat pada postingan di salah satu jejaring sosial. Postingan tersebut
menarik perhatianku kala itu, namun hanya sekian detik saja, kemudian berlalu.
Tapi kini postingan itu merasuk hati yang sedang resah. Artikel tersebut menceritakan
tentang sebuah negara, tepatnya adalah warga negaranya yang memiliki perilaku
unik ketika jalan raya sedang padat (macet). Mereka, pengendara kendaraan
bermotor (re: mobil) itu hanya menggunakan ruang jalan sebelah kanan dan kiri.
Mereka mengosongkan ruang tengah jalan raya tersebut. Makna dari perilaku
tersebut adalah memberikan ruang prioritas kepada yang membutuhkannya dalam
keadaan darurat, seperti ambulan, pemadam kebakaran, dan yang lainnya. Menarik
bukan? Mungkin bagi mereka itu tidak menarik karena menjadi hal yang biasa
mereka lakukan. Akan tetapi, bagiku secara pribadi, adalah hal yang menarik
karena aku tidak pernah melihat kejadian seperti itu terjadi, di sini, tanah
airku. Atau mungkin teman-teman pernah melihatnya? Syukurlah kalau ada yang
pernah. Kalau tidak, menjadi sebuah pertanyaan bagiku pribadi dan seharusnya
juga kepada teman-teman, karena kita adalah manusia.
Katanya, manusia adalah makhluk
sosial. Makhluk yang membutuhkan bantuan orang lain dan tidak dapat hidup
sendiri. Makhluk satu-satunya pemilik harta bernama nurani, yang membedakan
manusia dengan makhluk Tuhan yang lain, spesial. Itu yang aku pelajari sejak
sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Menanggapi fenomena ambulan tadi dan
juga adanya penambahan wawasan tentang perilaku yang ditunjukkan oleh warga
negara di negara lain tersebut di atas, bagaimana pendapat teman-teman?
Tentu saja pendapatku adalah mungkin
sekali kita teladani perilaku memberikan ruang prioritas di jalan. Tentu saja
kepada yang berada dalam keadaan darurat untuk kepentingan masyarakat, bukan pribadi
apalagi golongan, seperti ambulan tadi. Aku tahu, semua pengguna jalan raya memiliki
berbagai keinginan, seperti ingin cepat sampai tujuan, sudah lelah, dan lain hal
sehingga belum mampu terpikirkan sebuah solusi untuk memberikan ruang prioritas
ketika jalan raya cukup padat. Macet bukan lagi menjadi alasan karena kita
telah melihat hal serupa di negara lain. Mengapa kita tidak bisa? Padahal,
sebagai pengendara kendaraan bermotor, tentukan saja untuk ambil posisi jalan
paling kiri atau paling kanan, selap-selip diantara mobil ketika memiliki
kesempatan dan mengosongkan ruang jalan raya bagian tengah. Jika semua pengendara memikirkan hal ini
ketika mulai mendengar sirine sebagai tanda keadaan darurat, makan ruang
prioritas dengan mudah tercipta.
Keresahanku ini mungkin adalah puncaknya
setelah membaca artikel di sebuah jejaring sosial. Terkait pihak yang menunggu
bantuan darurat tersebut, Aku tahu, yang mengatur semuanya adalah Yang Maha
Kuasa dengan takdirnya. Tapi, tak bisakah makhluknya berusaha barang sedikit
saja untuk merubah nasib/takdir? Karena dari yang aku pelajari pada ajaran
agama Islam bahwa kita dapat merubah takdir ketika kita mau berusaha. Ini
sesuai dengan ayat Al-Qur’an yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka (Q.S Ar-Rad: 11).
Terima kasih kepada teman-teman
yang mau membaca secuil keresahan dari makhluk Tuhan yang satu ini. Terima kasih
banyak bagi yang membaca tulisan ini bila mulai mau melakukan hal tersebut di
atas. Hal kecil terkadang memberikan pengaruh yang cukup signifikan meskipun
dilakukan seorang diri, apalagi jika dilakukan bersama. Kritik dan saran sangat
terbuka demi memperkaya pendapat ini yang cukup mendasar. Tulisan ini dibuat atas
dasar emosionil penulis karena keresahannya, sebagai pemilik harta bernama
nurani.
Cileungsi, Malam minggu
23 Januari 2015 21.24
0 komentar :
Posting Komentar
Yuk, berikan komentarmu! :D No spam comment yaaaaa..