Rabu, 17 November 2021

Memaknai Doa dalam Kehidupan

Standard


 

Hai, apa kabar? Semoga sehat selalu ya..

Setelah kealpaanku dalam menulis selama tiga bulan ini, percayalah bahwa sebenarnya banyak hal yang ingin aku tulis, termasuk yang satu ini. Tulisan ini merupakan perspektifku tentang suatu hal yang sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Sesuai judulnya, yaitu tentang doa. Entah tulisan ini mungkin akan mengajakmu atau mempengaruhimu untuk memahami perspektif yang aku punya atau bahkan hanya sekadar menjadi bacaan semata lalu kamu lupakan. Kamu bisa setuju ataupun tidak setuju, atau bahkan memberi perspektif lain tentang pemahamanku ini dalam memaknai peran doa dalam kehidupan.

Sebelum membaca tulisan ini dan mengetahui pemahamanku tentang doa, maka coba pikirkan dulu sejenak, bagaimana kamu memaknai doa dalam kehidupanmu?

Kalau ditinjau secara bahasa, kata doa berasal dari bahasa Arab, دَعَا - يَدْعُو , yang berarti memanggil, menyeru, mengundang, berdoa. Menurut Quraish Shihab, doa merupakan suatu permohonan dari seorang hamba kepada Tuhannya agar mendapatkan anugrah pemeliharaan dan pertolonganNya, baik untuk pemohon atau dan juga pihak lain dari lubuk hati yang terdalam disertai dengan ketundukan dan pengagungan kepada Allah SWT. Doa juga merupakan salah satu cara bekomunikasi denganNya. Dari berbagai sumber, terdapat beberapa makna doa dalam Al-Qur'an, yaitu doa sebagai ibadah (Q.S Yunus ayat 106), doa sebagai permintaan pertolongan/istighotsah (Q.S Al-Baqarah ayat 23; Q.S Al-Mu'minun ayat 60), doa juga berarti panggilan (Q.S Al-Isra' ayat 110), dan doa bermakna perkataan/perintah (Q.S Yunus ayat 10). Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no 2969, Rasulullah SAW bersabda bahwa doa itu merupakan inti ibadah.

Semua pengertian tentang doa baik itu dari segi bahasa, istilah, menurut ulama, serta Al-Qur'an dan Hadits memang benar begitu adanya. Akupun sepakat bahwa doa merupakan bentuk ibadah dan cara komunikasi seorang hamba kepada Tuhannya baik untuk memohon sesuatu ataupun untuk mengadukan segala hal kepadaNya. Aku juga sepakat kepada yang mengatakan bahwa doa merupakan bentuk keyakinan kepada Allah SWT. Apakah ini juga sesuai dengan pemahamanmu tentang doa?

Satu hal yang aku sadari tentang doa dalam kehidupanku adalah kenyataan bahwa yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan perwujudan doa dari orang lain, mungkin datangnya dari orang tua, guru, kerabat dekat, atau bahkan orang yang tidak kita kenal. Momen ketika aku mendapatkan poin perspektif ini adalah ketika aku sedang melakukan percakapan bersama nenekku. Beliau menanyakan bagaimana teman-temanku, apakah mereka baik, apakah mereka sholat, dan mengatakan bahwa beliau selalu mendoakanku agar selalu dikelilingi oleh orang yang jujur dan baik. Setelah percakapan itu berakhir, kemudian aku merasa bahwa salah satu sebab aku selalu ditempatkan, dipertemukan, dan dikelilingi oleh orang-orang baik adalah karena doa nenekku dan hal lain yang aku yakini juga dengan pasti, hal tersebut juga merupakan perwujudan doa orang tua, guru, kerabat, dan orang lain yang bahkan tidak aku kenal. Persitiwa sederhana itu memberiku pemahaman yang lebih luas, bahwa kesuksesan dan pencapaian yang aku raih juga merupakan perwujudan doa-doa orang lain.

Tidak hanya memetik hikmah dari kisahku sendiri, beberapa hari yang lalu aku membaca sebuah postingan tentang rahasia kesuksesan pemilik usaha Warunk Upnormal. Usaha Warunk Upnormal ini telah memiliki 78 cabang dalam 5 tahun. Pemilik usaha tersebut mengatakan bahwa pada hari pertama penjualan usahanya, ia mengadakan pengumuman "Gratis 1000 porsi nasi goreng, cukup dibayar dengan doa". Jadi, pengusaha tersebut menyiapkan 1000 porsi untuk sedekah dan setiap orang yang makan, diberi kertas dan diminta untuk membaca doa, "Ya Allah semoga nasi goreng ini berkah, laris, dan bermanfaat". Kita memang tidak pernah tahu doa siapa yang cepat dikabulkan dan kita juga tidak pernah tahu jika ternyata ada orang yang diam-diam mendoakan.

Kisah lainnya yang juga aku ketahui dan terkait dengan perwujudan doa orang lain adalah kisah syeikh Abdurrahman as-Sudais, seorang imam besar masjidil haram. Ketika syekh Sudais masih kecil, beliau sedang bermain tanah. Ketika itu, sang ibunda sedang menyiapkan makanan untuk jamuan para tamu di rumahnya. Namun, saat acara makan bersama hendak dilakukan, tiba-tiba syekh kecil yang telah menggenggam debu, masuk ke dalam rumah dan menaburkan debu ke atas makanan yang tersaji tadi. Saat sang ibunda mengetahui hal tersebut, beliau marah dan mengatakan, "Idzhab. Ja'alaka imaaman lilharamain (Pergi kamu. Biar kamu jadi imam di haramain)". Ucapan yang keluar dengan sungguh-sungguh juga merupakan doa bukan? Doapun tidak hanya dilakukan ketika habis melakukan sholat, juga tidak harus menunjukkan tangan yang telah ditengadahkan, atau bahkan ucapan yang terbersit dalam hatipun sudah merupakan suatu doa.

"Janganlah kalian mendoakan (keburukan) untuk dirimu sendiri, begitupun untuk anak-anakmu, pembantumu, juga hartamu. Jangan pula mendoakan keburukan yang bisa jadi bertepatan dengan saat di mana Allah mengabulkan doa kalian." - HR Abu Dawud.

Cara kita memaknai doa juga berkaitan tentang keangkuhan. Pemahaman bahwa sesuatu hal yang kita raih merupakan perwujudan dari doa orang lain, membuatku tersadar tentang keangkuhan jika kita mengklaim bahwa pencapaian saat ini adalah hasil jerih payah diri sendiri. Ya, mungkin saja memang benar itu terjadi karena kita telah berusaha dengan kesungguhan hingga "berdarah-darah". Tapi, apakah kamu tahu dan yakin bahwa pencapaian itu murni karena jerih upaya diri sendiri dan merasa bangga karenanya? Selain itu, ketika kita berdoa, artinya kita memposisikan diri sebagai seorang hamba yang membutuhkan pertolonganNya. Oleh karenanya, ada ulama yang mengatakan bahwa orang yang enggan berdoa sama dengan sombong.

Sebuah artikel memberikan pandangan lain tentang makna doa dari perspektif kajian ilmu tasawuf. Artikel tersebut menyebutkan bahwa terdapat tiga makna doa berdasarkan jenis manusia menurut Syekh Ali Baras dalam kitabnya Syifa'us Saqam wa Fathu Khaza'inil Kalim fi Ma'nal Hikam.

Pertama, menurut orang awam (pada umumnya), doa dipandang sebagai alat pengabulan permohonan. Doa merupakan bentuk terwujudnya permintaan sebagai puncak dan tujuan akhir dari sebuah doa.

Kedua, menurut orang khawash (orang tertentu), doa dipandang sebagai perwujudan kehambaan. Doa diartikan sebagai ibadah dan orang khawash senantiasa bermunajat kepada Allah melalui pemaknaan mereka atas doa.

Ketiga, menurut orang khawashul khawash (hamba Allah paling istimewa), doa dipandang sebagai sambutan dan keramahan Allah SWT terhadap mereka, momen di mana Allah menjawab "Labbayka ya 'abdi (Aku datang memenuhi panggilanmu, hambaKu)" atas seruan "Ya Rabbi (Ya Tuhanku)".

Begitu banyak cara bagi kita untuk memaknai doa dalam kehidupan dan kita mempunyai banyak pilihan. Bagiku, doa ibarat bentuk kasih yang tak terputus, bahkan di mulai sejak dalam kandungan hingga kemudian dikebumikan. Kini, bagiku kalimat "selemah-lemahnya upaya adalah doa", bukan lagi mengandung arti "lemah" yang sesungguhnya, bahkan lebih dari itu. Juga kenyataan bahwa pasti ada orang lain yang mendoakan tanpa kita ketahui dan sebaiknya berlaku sebaliknya untuk turut mendoakan orang lain. Setidaknya, dalam satu hari ada doa yang dirapalkan, baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain karena kini, doa telah menjadi sekuat-kuatnya senjata. 

Terima kasih, siapapun kamu yang telah mendoakan. Semoga doa yang sama berbalik padamu berkali-kali lipatnya. Jadi, apa makna doa dalam kehidupanmu? 😊


Sumber :

https://islam.nu.or.id/tasawuf-dan-akhlak/3-makna-doa-dalam-kajian-tasawuf-sGTTg